Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Membingkai Kebinekaan, Merayakan Persatuan'
Karena itulah motto Bineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, merupakan tali pengikat bagi keragaman tersebut.
Editor: Yudie Thirzano
Oleh : Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
TRIBUNNEWS.COM - Keragaman budaya merupakan kekayaan identitas bangsa. Namun pada kenyataannya, apabila tidak dikelola dengan baik, keragaman juga menyimpan potensi konflik.
Karena itulah motto Bineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, merupakan tali pengikat bagi keragaman tersebut.
Sementara negara menjadi pelindung dan pengayom bagi keragaman, sebagaimana disebutkan dalam Nawacita butir ke-9, bahwa negara “memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga”.
Bertolak dari pemikiran tersebut, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan Seminar Nasional Kebudayaan 2015 dengan tajuk “Membingkai Kebhinnekaan, Merayakan Persatuan: Kebijakan Kebudayaan dalam Mengelola Keragaman.”
Seminar dilaksanakan di Milenium Hotel Sirih Jakarta, pada 30 November hingga 2 Desember 2015. Seminar ini diharapkan menjadi ruang diskusi yang produktif untuk menelisik akar-akar permasalahan dan pengalaman pengelolaan keragaman di Indonesia, sehingga memunculkan terobosan-terobosan baru bagi negara dalam mengelola keragaman tersebut.
Terdapat tiga tema besar yang akan didiskusikan dalam Seminar Nasional Kebudayaan tahun ini. Untuk mempertajam pembahasan, masing-masing tema tersebut dikerucutkan lagi menjadi beberapa tema yang lebih kecil.
Tema pertama mengambil tajuk “Ironi Keragaman: Kala Berkah Menjadi Musibah.” Dalam tema ini akan didiskusikan suatu kondisi paradoks di negeri ini, yaitu ketika keragaman yang sering kali didengung-dengungkan sebagai berkah sering kali justru memicu konflik terbuka.
Tiga isu akan didiskusikan dalam tema ini. Pertama, Menyingkap Akar Konflik Keragaman yang disampakan oleh Azyumardi Azra. Kedua, Pemenuhan Hak Minoritas yang disampaikan oleh Hikmat Budiman. Ketiga, Globalisasi, Desentralisasi, dan Politik Identitas yang disampaikan oleh Robertus Robet.
Tema kedua mengambil tajuk “Kebijakan Pengelolaan Keragaman dari Masa ke Masa.” Pada tema ini akan didiskusikan pengalaman pengelolaan keragaman di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Diskusi dalam tema ini akan dibagi menjadi tiga sesuai dengan pembabakan pada kurun waktu tersebut.
Pertama, Kebijakan Pengelolaan Keragaman Pada Masa Orde Lama yang disampaikan oleh Anhar Gonggong. Kedua, Kebijakan Pengelolaan Keragaman Pada Masa Orde Baru yang disampaikan oleh Hilmar Farid. Ketiga, Kebijakan Pengelolaan Keragaman Pada Masa Reformasi yang disampaikan oleh Zainal Abidin Bagir.
Tema Terakhir yaitu “Kebhinnekaan sebagai Esensi Negara Kesatuan Republik Indonesia” difokuskan pada pembahasan mengenai usaha untuk membangun terobosan-terobosan baru dalam mengelola keragaman di Indonesia.
Ada tiga isu yang akan didiskusikan dalam tema ini. Pertama, Kebijakan Kebudayaan dalam Membingkai Kebhinnekaan yang disampaikan oleh Amri Marzali. Kedua, Pendidikan dalam Membangun Kebhinnekaan yang disampaikan oleh F.X. Mudji Sutrisno dan Henny Supolo. Ketiga, Media sebagai Sarana Penyadaran Pendidikan yang disampaikan oleh Ignatius Haryanto.
Pemakalah sebagaiman tersebut di atas merupakan akademisi, budayawan, dan cendekiawan yang dianggap mampu dan berkompeten menjabarkan pemikirannya berkenaan dengan topik yang diajukan. Sementara itu, peserta diundang dari seluruh Indonesia, antara lain dari pusat-pusat studi kebudayaan, komunitas budaya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kebudayaan di lingkungan Kemdikbud (Balai Pelestarian
Nilai Budaya), kementerian terkait, Balitbangda, serta perseorangan antara lain peneliti, praktisi, dan budayawan.
Melalui serangkaian diskusi selama tiga hari tersebut, seminar ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan rekomendasi kebijakan kebudayaan dalam membingkai kebhinnekaan. Rekomendasi tersebut nantinya akan disampaikan terutama kepada direktorat-direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pemangku kepentingan lainnya.