Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Papa Minta Saham Cara Cerdas Kondisikan Kelanjutan Bisnis
Ternyata, lanjut Tirto, Setnov tidak mengetahui dengan detail, bahwa saham yang riel ditawarkan PT FI tahun ini hanya sebesar 10,64 persen.
Ditulis oleh : edward
TRIBUNNERS - Batas terakhir PT Freeport Indonesia (PT FI) harus menyampaikan penawaran pelepasan saham atau divestasi sebesar 30 persen dari total sahamnya kepada Pemerintah Republkik Indonesia adalah tanggal 14 Januari 2016. Penawaran itu wajib disampaikan paling lambat dalam tenggat waktu hanya 90 hari, itu dihitung dari mulai 14 Oktober 2015.
Hal itu disampaikan, Direktur Eksekutif Suara Indonesiaku Siek Tirto Soeseno Jakarta, Minggu (20/12/2015)
"Divestasi itu jelas-jelas diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2014 yang disahkan tanggal 14 Oktober 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diproduk pada akhir masa jabatan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)," ucapnya.
Meski kata dia, penanggalan itu tidak diatur PP itu namun penjadwalan tanggal jatuh tempo sebagai bahagian dari teknis aturan yang disandarkan pada keputusan Kementerian ESDM.
"Tentu PT FI kena 'jerat' divestasi, sebab termasuk perusahaan penambang yang melakukan kegiatan tambang bawah tanah," tegas dia.
Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia itu menjelaskan walau di dalam PP itu tahun 2015 PT FI harus mendivestasikan sahamnya, namun ternyata dalam realisasinya yang pertama-tama adalah alokasi 20 persen terlebih dahulu pada tahun ini dan 10% pada lima tahun pasca PP itu disahkan, yakni tahun 2019.
"Lalu, divestasi PT FI itu seperti menjadi 'produk unggulan' Menteri Sudirman Said. Kemungkinan besar hal itu yang diintip oleh mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (SN), sehingga Setnov diduga memotori pertemuan dengan pihak PT FI yang sampai-sampai membuat kursinya sebagi Ketua DPR melayang," ucap dia.
Kalau ditilik sedemikian rupa kata Tirto, kasus Setnov itu akhirnya menguak banyak hal, bahkan teramat banyak sampai-sampai hal yang tidak terkait PT FI juga terkuak sampai membelalakkan mata, pendengaran dan pengetahuan publik.
"Namun, yang unik, dari kewajiban divestasi 30% itu ternyata pada tahun ini PT FI hanya 'wajib' melepaskan 20%."
"SN mungkin hanya mengetahui angka 20% tersebut, maka dia yakin. Sehingga muncul dugaan pencatutan 11% untuk Presiden Joko Widodo dan 9% untuk Wapres Jusuf Kalla mengemuka," papar dia.
Ternyata, lanjut Tirto, Setnov tidak mengetahui dengan detail, bahwa saham yang riel ditawarkan PT FI tahun ini hanya sebesar 10,64 persen. Alasannya, lantaran sebelumnya pemerintah Indonesia telah memiliki saham sebesar 9,36 persen di PT FI.
"Jadi, timbul pertanyaan mendasar bagi publik, saham sebesar 9,36 persen di PT FI itu sejak kapan diberikan? Bagaimana cara pemerolehannya dan kepada siapa saat itu diberi? Sebab, kalau memang itu sudah didapatkan pemerintah lantas kenapa Kementerian ESDM masih mengharuskan mereka mendivestasi angka 20% ditahun ini," tanya dia penuh keheranan.
Atau dia menilai kenapa mengharuskan PT FI divestasi 30%, kenapa tidak di angka 20,64% saja jikalau memang sebelumnya sudah ada saham pemerintah sebesar 9,36 tersebut.