Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Telepon JK dalam Kasus RJ Lino Harus Diperdengarkan kepada Publik
Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR yang dinakhodai Rieke Diah Pitaloka merekomendasikan Presiden mencopot menteri BUMN
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah tiga lembaga negara (DPR, Polri dan KPK) bekerja ekstra keras dengan nyali tak terbeli, akhirnya orang kuat Tanjung Priok (Dirut Pelindo II RJ Lino) yang dibeking para pembesar pemerintahan dan sejumlah intelektual (hitam) itu, akhirnya berhasil dipukul TKO (technical knockout), meminjam istilah dunia tinju karena yang bersangkutan memiliki kekuatan yang sulit dirubuhkan dengan pukulan KO.
Seperti kita ketahui, Kamis (17/12) Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR yang dinakhodai politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot menteri BUMN Rini Soemarno dan memecat RJ Lino sebagai Dirut Pelindo II.
Selain menemukan indikasi korupsi dalam hal pengadaan (barang), Rieke dkk juga melihat ada permainan tingkat tinggi dalam kontrak Pelindo II dengan pihak asing yang merugikan negara puluhan trilun rupiah.
Keesokan harinya (18/12) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang bekerja sejak 2012 menetapkan RJ Lino sebagai “tersangka” korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun anggaran 2010.
Kemudian Sabtu (19/12) Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan Bareskrim Mabes Polri juga akan terus mengusut skandal korupsi di Pelindo II yang melibatkan RJ Lino. Kapolri menegaskan kemungkinan menjadikan RJ Lino sebagai tersangka, tentu saja dalam kasus yang berbeda dengan yang ditangani KPK.
Meskipun tiga institusi negara sudah menelikung RJ Lino, bukan berarti skandal korupsi besar di pelabuhan Tanjung Priok bisa dituntaskan dengan mudah. Masinton Pasaribu, politisi nasionalis penggagas Pansus Pelido II masih galau.
Pasalnya, ia melihat ada sejumlah intelektual yang menggadaikan integritasnya untuk membela RJ Lino seperti bekas komisoner KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Rhenald Khasali dan Ikrar Nusa Bhakti.
Sementara intervensi pembesar negara seperti Wapres Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno ke Mabes Polri sudah membuat jenderal polisi bintang tiga Komjen Budi Wasesa terpental dari kedudukannya sebagai Kabareskrim Mabes Polri, justru ketika Polri sedang giat-giatnya membongkar kasus korupsi di Pelindo II.
Menanggapi kerisauan Masinton Pasaribu, koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi mengingatkan Mabes Polri dan KPK untuk merekam (intervensi) telepon dari para pembesar negara yang meminta agar RJ Lino dibebaskan dari segala tuduhan.
“Bahkan kalau telepon itu datang dari Wapres Jusuf Kalla (JK), bila menyoal kedudukan hukum RJ Lino, tak ada salahnya direkam. Nanti kita publikasikan transkripnya, dan kita perdengarkan kepada publik hasil rekaman percakapannya. Toh sekarang tidak penting lagi legalitas rekaman, sepanjang untuk menangkal pelanggaran etika pejabat negara, halal saja,” kata Adhie.
Menurut Adhie, preseden hukum (etika) yang dilakukan kepada Setya Novanto sebagai (mantan) Ketua DPR harus kita eksplorasi dan dijadikan yurisprudensi dalam kategori penyalahgunaan wewenang pejabat negara.
“Bahkan masih belum terlambat bagi Mabes Polri untuk memperdengarkan kepada publik percakapan Wapres JK saat dari Korsel menelepon kabareskrim Mabes Polri yang saat itu dijabat Komjen Budi Waseso. Saya percaya, Mabes Polri punya rekaman percakapan itu,” pungkas Adhie M Massardi.