Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Rapor Merah Menpora dan Nasib PSSI

JIKA Imam Nahrawi tidak termasuk dalam jajaran menteri yang terkena reshuffle, itu tentu karena dia sukses dalam 'mengamankan' kebijakan Joko Widodo

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Rapor Merah Menpora dan Nasib PSSI
ist
Tubagus Adhi 
Oleh: Tubagus Adhi
JIKA Imam Nahrawi tidak termasuk dalam jajaran menteri yang terkena reshuffle, itu tentu karena dia sukses dalam 'mengamankan' kebijakan Joko Widodo, sejatinya terkait dengan urusan sepakbola (baca: PSSI).

Pendapat dari sebagian besar masyarakat tersebut tidak sepenuhnya keliru. Urusan sepakbola sudah menyita konsentrasi Imam Nahrawi sebagai menpora. Padahal, bukan hanya sepakbola yang harus dipikirkan oleh menpora.

Mungkin karena itu pula rapor kemenpora lebih banyak warna merahnya dalam penilaian tahunan untuk kementerian dan lembaga-lembaga negara. Kinerja kemenpora jauh dari memuaskan.

Dalam rapor terkait kinerja kementerian dan lembaga negara untuk 2015 ini kementerian pemuda dan olahraga (kemenpora) hanya memperoleh nilai 53,54, dan menduduki peringkat kedua terburuk untuk kementerian, setelah kejaksaan agung, yang nilainya hanya 50,02.

Penilaian ini bukan main-main, sebab dilakukan langsung oleh kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), yang secara resmi diumumkan pertengahan bulan ini.

Dari total 86 kementerian dan lembaga negara yang ada saat ini,  kemenpora bertengger di urutan ke-83, sedangkan kejaksaan agung di posisi buncit.

Oleh karena itu wajar kalau Imam Nahrawi termasuk menteri yang disebut-sebut harus diganti pada reshuffle jilid 2 yang akan diberlakukan Presiden Joko Widodo awal tahun 2016.

Merujuk pada buruknya kinerja kemenpora, pergantian Imam Nahrawi mestinya tidak sulit untuk dilakukan oleh presiden.

Namun, seperti disampaikan di awal tulisan ini, Presiden Joko Widodo tampaknya harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk mengganti menpora.

Ini mungkin karena presiden sendiri ikut memberi pengaruh dari kegaduhan yang dibuat oleh menpora, khususnya terkait sanksi administratif terhadap PSSI.

Apakah karena presiden memang demikian 'concern' pada prestasi tim nasional, sehingga tidak maksimalnya pencapaian penampilan timnas belakangan ini membuat ia harus memberlakukan kebijakan tidak populer dengan membekukan organisasi sepakbola nasional itu melalui sanksi administratif dari kemenpora tersebut, sejak 17 April 2015 lalu?
Jawaban lainnya adalah, karena presiden harus mengakomodir keinginan dari kelompok  pendukungnya saat Pilpres lalu, yang meminta agar dilakukan pergantian kepemimpinan di PSSI.
Tetapi, itu tidak dapat dilakukan oleh presiden karena kepemimpinan La Nyalla Mahmud Mattalitti sangat 'legitimate'.

Dari kondisi seperti itulah, sepakbola Indonesia jadi merana. Bagaimana nasib PSSI kedepannya?

Pertanyaan yang masih sulit ditemukan jawabannya hingga jam-jam terakhir menjelang pergantian tahun.

Tahun 2015 ditutup dengan keprihatinan mendalam terhadap masa depan PSSI. Kendati demikian, tahun 2016 tetap harus disambut dengan menumbuhkan harapan bahwa segalanya akan lebih baik.

Tetap juga dengan memperkuat keyakinan, bahwa kebenaran bisa disalahkan, tetapi tidak bisa dikalahkan!

* TUBAGUS ADHI, pemerhati sepakbola nasional.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas