Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Uji Nyali Polda NTT yang Polisikan Herman Herry serta Tradisi Minum Miras
perbuatan memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi minuman keras di NTT adalah bagian dari budaya, gaya hidup dan serta pendapatan
Editor: Yulis Sulistyawan
MASYARAKAT jangan terburu-buru menghakimi Herman Herry terkait dengan laporan AKBP Albert Neno, Anggota Polda NTT yang menurutnya telah mendapat ancaman melalui telpon HP dari seseorang yang dikenali sebagai Herman Herry, Anggota DPR RI asal dapil NTT II, Fraksi PDIP.
Jika saja benar telah terjadi interaksi antara Herman Herry dengan AKBP Albert Neno selaku petugas Polda NTT yang sedang menjalankan tugas penegakan hukum, maka persoalan yang menjadi perdebatan panjang adalah persoalan antara dua pihak yang sama-sama sebagai Penyelenggara Negara.
Yaitu yang dilakukan oleh AKBP Albert Neno adalah melaksanakan tugas atau perintah atasan atas nama UU untuk menegakan hukum dan ketertiban.
Sementara yang dilakukan oleh Herman Herry adalah atas nama UU untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan sebagai Anggota Komisi III DPR RI, terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian di wilayah Dapilnya sendiri.
Untuk itu biarlah POLDA NTT memproses hukum Laporan AKBP Albert Neno. Saatnya kita uji nyali Kapolda NTT, untuk mengusut Laporan Polisi AKBP Albert Neno, untuk membuktikan seberapa besar nyali Polda NTT menghadapi Herman Herry.
Serta apakah benar telah terjadi pelanggaran hukum yang mencoba menghalangi tugas Polisi serta pelakunya adalah seseorang yang diidentifikasi sebagai bernama Herman Herry, Anggota Komisi III DPR RI sesuai dengan nomor HP yang muncul di layar HP AKBP Albert Neno.
Sikap AKBP Albert Neno yang langsung memilih upaya hukum berupa melaporkan peristiwa telepon yang bernada mengancam dan memfitnah dirinya terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai seorang anggota Polri, patut kita apresiasi.
Bahkan harus kita dukung karena meskipun Albert Neno seorang anggota Kepolisian ia tetap memilih jalan hukum ketimbang sikap main hakim sendiri.
Akan tetapi dibalik upaya hukum yang harus kita dukung, kita juga patut mempertanyakan dasar hukum pelaksanaan tugas Polda NTT melakukan razia dan menyita minuman keras milik pedagang warga masyarakat di tempat-tempat penjualan miras di NTT pada saat malam Natal atau menjelang Natal.
Mengingat perbuatan memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi minuman keras di NTT adalah bagian dari budaya, gaya hidup dan sekaligus salah satu sumber penghasilan masyarakat NTT.
Kalau saja perilaku masyarakat memproduksi atau menjual/membeli dan mengkonsumsi miras diduga sebagai sebuah pelanggaran pidana, mengapa jauh sebelum perayaan Natal atau sepanjang hari, bulan dan tahun Polda NTT tidak memproses hukum sesuai dengan KUHAP kepada setiap anggota masyarakat NTT yang memproduksi, menjual/membeli dan mengkonsumsi miras yang dilakukan secara terbuka, setiap hari dan dilakukan secara turun temurun selama ini.
Tindakan Polda NTT yang melakukan razia miras dan menyitanya saat razia, terlebih-lebih hal itu dilakukan secara sopradis tanpa landasan hukum yang jelas, terkesan hanya merupakan tindakan pencitraan atau setidak-tidaknya tidak dimaksudkan untuk sebuah penegakan hukum, apalagi dilakukan pada saat hari raya Natal dan hanya pada tempat-tempat tertentu, sehingga patut dipertanyakan urgensi dan motif dibalik peristiwa itu sendiri.
Kegiatan masyarakat NTT berupa memproduksi, memperdagangkan dan memgkonsumsi miras, baik yang tradisional maupun miras yang diproduksi secara moderen bagi masyarakat NTT adalah bagian dari gaya hidup dan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihilangkan hanya dengan cara razia miras, menggeledah dan menyitanya apalagi tanpa ada proses hukum dan prosedur hukum yang jelas.
Karena bagaimanapun persoalan miras di NTT selain sebagai sebuah budaya dan gaya hidup, juga sudah merupakan sebuah prestise, gengsi atau harga diri masyarakat.

