Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Narsis Bersama Hewan Langka Membahayakan
Fenomena narsis dalam bentuk pamer foto satwa langka yang disiksa kini menjadi tren di media sosial.
Ditulis oleh : Marison Guciano Investigator Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group
TRIBUNNERS - Fenomena narsis dalam bentuk pamer foto satwa langka yang disiksa kini menjadi tren di media sosial.
Belakangan, kita disuguhi aksi “bodoh” pemilik akun Facebook Novtama, Ronal Christoper Ronal, dan Ida Tri Susanti.
Aksi narsis mereka yang mengunggah foto pembantaian beruang madu (Helarctos Malayanus) dan kucing hutan (Felis Bengalensis) menjadi hujatan netizen lalu menyebar dengan cepat secara viral di media sosial.
Di satu sisi, kita patut bersyukur, cepatnya pelaku kejahatan terhadap satwa langka ini terungkap tak lepas dari kesadaran masyarakat yang kian meningkat.
Peran masyarakat yang menyebarkan secara viral pelaku kejahatan terhadap satwa langka ternyata bekerja jauh lebih cepat dan lebih efektif ketimbang kerja institusi negara, seperti pihak kepolisian dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Namun, di sisi lain, dibalik tren narsis ala Novtama, Ronal, dan Ida Tri Susanti ini, ada fenomena yang sangat mengkhawatirkan.
Akibat hilangnya jutaan hektar hutan sebagai rumah bagi jutaan keaneragaman hayati, perburuan dan perdagangan satwa langka kini kian meningkat.
Alarm Tanda Bahaya
Bencana kebakaran yang membumihanguskan jutaan hektar hutan sebagai rumah bagi jutaan keanekaragaman hayati yang baru baru ini terjadi menjadi alarm tanda bahaya bagi meningkatnya perdagangan satwa langka di Indonesia.
Kehilangan habitat membuat jutaan satwa langka bergerak ke luar habitatnya hingga rentan menjadi korban perburuan.
Diprediksi, hanya sedikit dari satwa langka korban perburuan itu yang jatuh ke tangan orang-orang iseng seperti Novtama, Ronal, dan Ida Tri Susanti. Sebagian besar satwa langka korban perburuan justeru jatuh ke tangan para pedagang profesional dengan jaringan yang sangat rapi, bergerak dalam senyap dan tentunya tanpa foto narsis.
Bila hal ini tidak diantisipasi, pasar pasar satwa dan perdagangan online diprediksi akan kebanjiran pasokan.
Belum lama ini, Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah kejahatan penjualan satwa langka terbesar di Asia Tenggara.
Sebuah studi komprehensif berjudul Market for Extinction: An inventory of Jakarta’s bird markets yang dikeluarkan oleh TRAFFIC pada 25 September 2015 menunjukkan tingginya perdagangan burung ilegal, terutama burung endemik Indonesia di pasar-pasar burung di Jakarta.
Penelitian selama tiga hari yang dilakukan di tiga lokasi pasar burung di Jakarta yaitu Jatinegara, Pramuka dan Barito itu menyebutkan, sekitar 19 ribu individu burung yang berasal dari 206 jenis terus diperjualbelikan.
Sekitar 98 persen dari seluruh burung yang berhasil diamati merupakan jenis burung endemik Indonesia atau yang tidak ditemukan di negara lain.
Hasil investigasi Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group juga mengungkap terjadinya peningkatan perdagangan satwa langka di pasar pasar satwa maupun perdagangan online pasca bencana kebakaran hutan.
Di pasar satwa Jatinegara Jakarta, satwa langka dijual secara bebas dan terbuka diluar kendali Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, seperti berbagai burung jenis elang, kucing hutan, lutung Jawa dan lainnya mudah ditemui di sana.
Pada pertengahan Oktober 2015, penulis yang menyamar menjadi seorang pembeli berhasil masuk kedalam jaringan pedagang satwa langka online dan mengunjungi salah satu lokasi mereka di Kota Tangerang.
Para pedagang satwa langka daring ini menggunakan akun Facebook yang disamarkan untuk menjajakan satwa langka dagangannya.
Tidak mudah untuk mengungkap otak atau big boss dari jaringan perdagangan satwa langka online.
Big boss biasanya tidak bersentuhan langsung dengan pembeli. Ia memiliki beberapa anak buah yang berfungsi sebagai penghubung.
Biasanya, yang berhasil dijumpai pembeli hanyalah seorang kurir kepercayaan pedagang. Itu pun kalau beruntung.
Sebab, pedagang satwa langka online lebih sering bermain aman dengan menggunakan rekening bersama dalam transaksi pembayaran. Setelah uang ditransfer, paket berupa satwa langka akan dikirim ke alamat pembeli melalui jasa ekspedisi dengan nama paket yang disamarkan.
Kepada penulis, pedagang satwa langka daring menawarkan satwa langka berupa kepala macan tutul offsetan.
Satu kepala macan tutul offsetan dihargai Rp 3.500.000. Selain kepala macan tutul offsetan, ditawarkan pula bayi beruang madu. Pedagang menghargai tiap bayi beruang madu senilai Rp. 5.500.000.
Macan tutul (Panthera Pardus Melas) dan beruang madu (Helarctos Malayanus) adalah spesies yang dilindungi menurut PP No 7 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990.
Oleh IUCN Red List, status konservasi kedua spesies ini di kategorikan sebagai “rentan” (bulnerable; VU) yang berarti spesies ini sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar.
Selain itu, kedua spesies ini juga telah dimasukkan kedalam CITES Apendix I yang berarti dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Apendiks I sedikitnya berisi 800 spesies hewan dan tumbuhan.
Prioritas
Pada Juli 2015, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengeluarkan resolusi yang menyetarakan kejahatan terhadap satwa liar dengan narkoba dan perdagangan manusia.
Artinya, kejahatan terhadap satwa liar kini harus menjadi prioritas setiap negara di dunia.
Pada 2009, Kementerian Kehutanan menyebut angka Rp 9 triliun kerugian yang diderita negara per tahun akibat perdagangan ilegal satwa liar.
Saat menjadi calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pun secara tegas mencantumkan komitmennya untuk melindungi flora dan fauna Indonesia yang terancam punah dalam visi misinya.
Kini, sudah sepatutnya kita menagih komitmen Pemerintahan Jokowi-JK untuk memberantas perdagangan ilegal satwa liar, terutama spesies yang dilindungi dan terancam punah. Tentunya, itu bukan dengan cara membelinya di pasar kemudian melepaskannya kembali ke alam liar.