Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Sistem Presidensial tidak Murni Sebabkan Kegaduhan Termasuk soal Reshuffle

Sistem presidensial tidak murni menyebabkan setiap langkah presiden dalam menjalankan berbagai kebijakan pemerintahan menimbulkan kegaduhan.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Sistem Presidensial tidak Murni Sebabkan Kegaduhan Termasuk soal Reshuffle
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/Laily Rachev/Setp
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) 

SISTEM presidensial tidak murni yang dianut oleh Republik Indonesia menyebabkan setiap langkah presiden dalam menjalankan berbagai kebijakan pemerintahan menimbulkan kegaduhan, termasuk dalam soal reshuffle.

Meskipun hak prerogratif itu melekat pada presiden, faktanya kecemasan dukungan politik dari parlemen selalu menjadi variabel utama dalam menyusun dan merombak kabinet.

Hak prerogratif itu tersandera oleh sistem ketatanegaraan.

Kondisi ini dapat dilihat secara jelas misalnya pada perubahan istilah Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menjadi Parpol-Parpol Pendukung Pemerintah (P4).

P4 telah mengafirmasi bahwa hak prerogratif dan kewenangan presiden yang melekat dalam sistem presidensial menjadi bias dan terreduksi.

Apalagi menyimak PPP, PAN, PKS, dan terakhir Golkar, yang kemudian berencana mendukung pemerintah.

Buruknya, dukungan itu bukan tanpa syarat, tapi dibarengi tawar menawar jabatan.

BERITA TERKAIT

Inilah yang membuat prosentase pengabdian partai-partai pada kepentingan partai jauh melampaui kepentingan mengabdi pada rakyat.

Jokowi dengan tingkat dukungan publik yang cukup tinggi, semestinya bisa mengabaikan setiap tawaran dukungan politik yang menuntut balas budi yang melukai rakyat.

Tidak perlu cemas dengan dukungan parlemen, karena rasionalitas politik dan kebijakan yang berpihak pada rakyat bisa mengalahkan kekuatan oligarki yang bercokol pada partai-partai politik.

Basis argumentasi perombakan kabinet adalah kinerja, integritas, dan kepemimpinan.
Siapapun menteri yang lemah pada tiga variabel utama itu, maka layak diganti.

Sebagai contoh, Jaksa Agung misalnya, yang integritasnya tercoreng dan kinerjanya buruk maka layak diganti.

Demikian juga Menkum HAM, dan beberapa menteri ekonomi dan pembangunan manusia.

Penulis: Hendardi, Ketua Setara Institute

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas