Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mensos: 15 Ribu Korban Narkoba Akan Direhabilitasi di 118 IPWL
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, tahun 2016 pemerintah manargetkan merehabilitasi sosial 200 ribu korban penyalahgunaan narkoba.
Ditulis oleh : Humas Kementerian Sosial RI
TRIBUNNERS - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, tahun 2016 pemerintah manargetkan merehabilitasi sosial 200 ribu korban penyalahgunaan narkoba.
"Tahun ini, pemerintah menargetkan akan merehabililitasi 200 ribu korban penyalahgunaan narkoba, " ujarnya usai membuka Rapat Koordinasi (Rakor) IPWL di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (23/1/2016).
Kementerian Sosial (Kemensos), kata Mensos, mendapat tugas merehabilitasi sosial 15 ribu korban penyalahgunaan narkoba dari 200 ribu.
Tahun lalu, Kemensos mendapat tugas 10 ribu dari target pemerintah 100 ribu.
"Pada 2015, Kemensos mendapat tugas merehabilitasi sosial 10 ribu dari 100 ribu. Sedangkan 2016, merehabilitasi 15 ribu dari 200 ribu korban penyalahgunaan narkoba," katanya.
Untuk merehabilitasi 15 ribu korban dilaksanakan di 118 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) berbasis panti yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, juga dilaksanakan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM).
"Rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkoba berbasis panti terbatas. Sedangkan penjangkauan berbais RBM bisa tiga kali lipat daripada di panti," katanya.
Selain 118 IPWL yang eksisting, juga 69 IPWL masih dalam proses akreditasi dari Kemensos.
Keberadaan IPWL juga bisa mempercepat proses pemetaan permaslahan dan penjangkauan pelayanan di masyarakat.
"Pemetaan begitu penting, agar bisa menghitung bersama-sama dan tidak dikira-kira apalagi secara fiktif. Hasil pemertaan dan realisasi pada Mei-Juni akan dievaluasi," ujarnya.
Dari 118 IPWL sudah diberikan form agar diisi untuk mengetahui kebutuhan kanselor adiksi dari 700 dan 500 pekerja sosial (peksos) adiksi dengan jumlah klien.
Jika dirasa kurang cukup, maka segera dilakukan rekrutmen.
"Para kanselor adiksi dan peksos adiksi yang baru direkrut tersebut, akan ditraining, magang dan harus mengikuti proses sertifikasi," katanya.
Diperlukan sosialisasikan bagai masyarakat. Pencegahan itu mahal dan perlu proses serta memastikan pasca rehababilitasi korban penyalahgunaan narkoba agar tidak addict, bisa saja addict karena factor lingkungan dan pergaulan.
"Usai direhabilitasi bekas korban penyalahgunaan narkota mungkin bisa addict, bahkan bisa dengan narkoba yang berbasis teknologi, ” ucapnya.
Sudah di bangun di beberapa kota besar di Indonesia Pusat Informasi dan Edukasi Bahaya Narkoba bagi semua lapisan masyarakat yang dilengkapi data-data, ruang teater, serta informasi bahaya narkoba.
"Narkoba jenis baru melalui suara bisa disimpan di smartphone dan masyarakat tidak curiga karena dengan barang yang biasa digunakan sehari-hari tersebut, ” katanya.
Para tokoh masyarakat, dinas pendidikan, serta kepala sekolah agar bisa menggerakan para siswa untuk mengunjungi Pusat Informasi dan Edukasi bahaya narkoba tersebut.
"Pada 8 Januari lalu, sudah diresmikan di Malang, Jawa Timur, Pusat Informasi dan Edukasi Bahaya Narkoba yang dilengkapi fasilitas penunjang, seperti ruang teater dan data-data bahaya narkoba," ujarnya.
Saat ini, semua dituntut lebih cepat dan khusus di lingkungan Kemensos rapar koordinasi diselesaikan pada Januari 2016. Kemudian setelah itu, merealisasikan berbagai program tersebut.
“Semua digerakkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, dari ‘Ayo Kerja’ dan kini menjadi ada ‘Percepatan Kerja’. Maka, semua rakor beres pada Januari dan semuanya dibikin terang benderang, ” tandasnya.