Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
PRT Kembali Jadi Korban NasDem Makin Yakin UU PRT Harus Jadi Prioritas
Kasus penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT) yang terjadi di Matraman, Jakarta Timur, baru-baru ini, menjadi sorotan.
Ditulis oleh : Fraksi Nasdem
TRIBUNNERS - Kasus penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT) yang terjadi di Matraman, Jakarta Timur, baru-baru ini, menjadi sorotan.
Pembantu bernama Sri Siti Marni (20) diduga disiksa oleh majikannya yang melarikan diri dan tengah diburu polisi.
Dihadapan Anggota Komisi IX DPR Irma Surya Chaniago, Siti Sri Mariani alias Ani, pembantu yang disiksa majikannya, Meta Hasan Musdalifah (40), berkisah soal derita yang dialaminya.
Mulai dari dipukul, disiram air cabai, hingga disuruh makan kotoran kucing, pernah dialaminya.
Sambil memeluk Ani, Irma yang tampak emosional berujar bahwa siapapun yang melakukan kekerasan seperti yang dialami Marni harus ditindak tegas.
"Siapapun mereka harus ditindaklanjuti, di negeri ini tidak boleh ada yang mendapatkan hak istimewa,” katanya, saat mengunjungi pembantu yang dianiaya majikan di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, (Sabtu (13/2/2016).
Dia juga berjanji akan mengawal kasus yang dialami Ani dan teman-temannya. Hal ini agar pelaku yang tergolong sadis tersebut bisa dijerat dengan hukuman yang setimpal atas perbuatannya kepada keempat korban.
“Kami akan lakukan pengawalan terhadap kasus ini,” tegas Irma.
Pimpinan Kaukus Perempuan Parlemen ini menyampaikan bahwa dengan tambahan kasus yang dialami Marni, dirinya semakin yakin untuk mendorong penyelesaian UU PRT di DPR.
Irma menjelaskan bahwa UU PRT sebenarnya sudah dibahas sejak 2004 namun kemudian seperti hilang begitu saja.
Padahal, DPR periode 2014-2019 sudah memasukkan RUU Perlindungan PRT dimasukan kedalam RUU Prolegnas Prioritas Perubahan.
Dia mengakui bahwa masih ada perbedaan pandangan antara pemerintah, DPR dan kalangan masyarakat, NGO-LSM, yang mengadvokasi UU Perlindungan PRT.
"Persepsi yang belum sinkron menjadi masalah RUU ini enggak dibahas-bahas. Jadi ada pro-kontra pada RUU PRT. Ada ketakutan terkait hubungan kerja, sistem penggajian, bahkan spesifikasi PRT saat bekerja seperti apa," kata Irma.
Irma juga mengkritisi keberadaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 Tahun 2015, yang menurutnya tidak memiliki payung hukum yang kuat.
Dijelaskan bahwa dalam peraturan tersebut hanya berfokus pada organisasi lembaga penyedia pembantu rumah tangga.
Hal ini ditandai dengan 18 pasal (dari 28 pasal) yang berbicara soal lembaga penyedia dan pertanggungjawaban lembaga. Belum banyak berbicara soal hak dan perlindungan PRT.
"DPR tentu akan melaksanakan fungsi legislasinya berdasarkan prioritas. Jadi tidak ada yang tidak penting, dan ini (RUU PRT) sudah sesuai prioritasnya," kata Irma.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.