Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konsep Pembangunan Rendah Emisi Berbasis Lahan di Indonesia
Inilah konsep pembangunan rendah emisi berbasis lahan di Indonesia.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Dalam upaya mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi emisi gas rumah kaca melalui penyusunan perencanaan pembangunan rendah emisi khususnya di sektor
lahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN-Bappenas) bersama mitra kerja
pembangunan dibawah program Locally Appropriate Mitigation Action in Indonesia (LAMA-I)
dan program Participatory monitoring by Civil Society of Land-use Planning for Low-emissions
development strategies (ParCiMon) menyelenggarakan Lokakarya pembelajaran tingkat
nasional pada tanggal 17-18 Februari 2015.
Lokakarya pembelajaran tingkat nasional dengan tema “Mewujudkan Sinergi Berjenjang dari
Proses Pembelajaran Penyusunan Perencanaan Pembangunan Rendah Emisi Berbasis Lahan
di Indonesia” diselenggarakan di Hotel Ibis Jakarta, dalam upaya untuk berbagi pengalaman
dan pembelajaran antar daerah dengan pengambil kebijakan kunci, praktisi dan para pemangku
kepentingan pembangunan lainnya di dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan
rendah emisi di sektor lahan.
Lokakarya yang dihadiri oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari perwakilan yang berasal
dari unsur kementerian, lembaga donor, mitra dan institusi terkait pembangunan di bidang
Perubahan Iklim ini menjadi wahana yang tepat dalam membangun dialog dan meningkatkan
koordinasi antara pemerintah darah dan pemerintah pusat untuk percepatan implementasi aksi
mitigasi di daerah, sekaligus memperkuat jejaring kerja antar lembaga dalam mendukung
perencanaan pembangunan rendah emisi berbasis lahan.
Sejak awal, Pemerintah Indonesia telah mempunyai komitmen dan siap berkontribusi besar
pada upaya-upaya penanggulangan perubahan iklim.
Komitmen awal untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020 kembali di perkuat oleh pemerintah Indonesia
yang disampaikan pada pidato Presiden Joko Widodo dalam COP 21 pada 20 November 2015.
Pada ajang COP 21 di paris Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29% di bawah
business as usual pada tahun 2030, atau 41% dengan bantuan internasional.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk menanggulangi permasalahan perubahan iklim ini pun
dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-
2019.
Sasaran yang ingin dicapai terkait penurunan emisi GRK dalam dokumen RPJMN tahun
2015–2019 ini adalah menurunnya emisi gas rumah kaca untuk lima sektor prioritas: kehutanan
dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri dan limbah.
Untuk mendukung rencana pembangunan di tingkat nasional, pemerintah provinsi pun telah
menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD–GRK) yang di
lanjutkan dengan penyusunan dokumen serupa di tingkat kabupaten. Mitra Pembangunan
yang tergabung dalam konsorsium partner yang terdiri dari World Agroforestry Center (ICRAF),
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Centre for Climate Risk and
Opportunity Management in Southeast Asia Pasific (CCROM-SEAP) dibawah koordinasi
Kementerian PPN Bappenas dan didukung pendanaan oleh Royal Danish Embassy (DANIDA),
melalui program Locally Approproate Mitigation Action (LAMA-I) telah memfasilitasi proses
penyusunan dokumen aksi mitigasi yang lebih terperinci di tingkat kabupaten. Kegiatan LAMA-I
dilaksanakan di enam kabupaten di dua provinsi yaitu Kabupaten Musi Rawas, Musi Banyuasin
dan Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan; dan kabuapten Jayawijaya, Jayapura dan Merauke di
Provinsi Papua.
Sejalan dengan Program LAMA-I, Program Participatory monitoring by civil society of land-use
planning for low-emissions development strategies (ParCiMon) yang di dukung pendanaan oleh
Uni Eropa dan di laksanakan oleh World Agroforestry World Agroforestry Centre (ICRAF)
dengan Satuan Tugas untuk Pembangunan Rendah Emisi di Papua (PLCD-TF), Yayasan
Lingkungan Hidup Irian Jaya (YALI Papua) dan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya juga
turut mendukung Pemerintah daerah di tiga kabupaten yaitu Kabupeten Jayawijaya, Jayapura
dan Merauke untuk dapat menyusun aksi mitigasi daerah dan meningkatkan kapasitas daerah
untuk dapat memonitor dan mengevaluasi implemementasi aksi mitigasi.
Sejak tahun 2013 ke dua program telah melakukan serangkaian kegiatan penguatan kapasitas
baik teknis maupun non-teknis dalam bentuk lokakarya, pelatihan maupun focus group
discussion (FGD) di enam kabupaten di provinsi Papua dan Sumatera Selatan. Beberapa
pencapaian Program LAMA-I dan ParCiMon ini di antaranya adalah terbentuknya kelompok
kerja (Pokja) pembangunan rendah emisi yang menjadi roda penggerak utama untuk pengarus
utamaan isu pembangunan rendah emisi di kabupaten, terlaksananya rangkaian proses
penguatan kapasitas teknis dan non-teknis yang memungkin kan Pokja untuk dapat menyusun
rencana strategis aksi mitigasi di daerah, lalu tersedianya data-data yang shahih serta hasil
analisa yang mendukung perencanaan pembangunan rendah emisi yang inclusif dan
integrative.
Dengan berbagai kegiatan penguatan kapasitas yang dilakukan oleh program LAMA-I dan
ParCiMon, Pokja di enam kabupaten yaitu Musi Rawas, Banyuasin, Musi Banyuasin, Merauke,
Jayapura dan Jayawijaya telah berhasil menyusun aksi mitigasi untuk sektor berbasis Lahan
dengan menggunakan metode Land-use Planning for Multiple Environmental Services
(LUMENS). Metode ini memungkinkan negosiasi multi-stakeholder dalam perencanaan tata
guna lahan berkelanjutan yang dapat mendukung peningkatan penghidupan masyarakat dan
sekaligus menjaga dan memulihkan jasa lingkungan. Atas upaya yang dilakukan oleh program
LAMA-I dan ParCiMon, LUMENS di mandatkan untuk digunakan sebagai metodologi dalam
proses penyusunan rencana aksi daerah penurunan gas rumah kaca (RAD-GRK) dan juga dalam
proses review ulang RAD-GRK tahun 2016 ini.
Dengan tersusun nya rencana strategis aksi mitigasi di tingkat kabupaten, hal selanjutnya yang
penting untuk dilakukan adalah melakukan upaya-upaya pengarusutamaan rencana aksi
mitigasi ini untuk dapat terintegrasi ke dalam rencana pembangunan di kabupaten masingmasing.
Upaya pengarusutamaan skenario mitigasi juga dilakukan untuk memastikan adanya
sinergi antara mitigasi dan adaptasi. Beberapa pertemuan tingkat tinggi, dialog kebijakan dan
lokakarya penyadartahuan telah diselenggarakan kedua provinsi Sumatera Selatan dan Papua.
Lokakarya provinsi di Sumatera Selatan dihadiri oleh perwakilan pemerintah daerah dari 17
kabupaten sementara lokakarya provinsi telah dihadiri oleh perwakilan pemerintah daerah dari
29 kabupaten termasuk beberapa kepala bupati dan Kepala SKPD.
Lokakarya provinsi tersebut telah menghasilkan panduan bagi pemerintah kabupaten dan
provinsi untuk meningkatkan fungsi koordinasi dan melakukan upaya yang terintegrasi
sekaligus menyoroti potensi proses ‘nested'. Rangkaian pertemuan dilakukan untuk dapat
memungkinan terjadi dialog dan negosiasi dua arah yang dapat mengarah kepada implementasi
upaya nyata menuju pembangunan hijau yang berkelanjutan di Indonesia. Hal ini juga perlu
dilakukan mengingat implikasi dari diterbitkannya Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang
Pembagian Peran antara Pemerintahan Pusat dan Daerah terhadap implementasi aksi mitigasi
di daerah.
Prof. Dr. Rizaldi Boer Executive Director of CCROM-SEAP IPB mitra pelaksana program LAMA-I
menekankan bahwa “keberhasilan untuk melaksanakan pembangunan rendah emisi berbasis
lahan sangat ditentukan oleh kemampuan dalam mensinergikan, mensinkronisasikan dan
mengintegrasikan program pembangunan terkait dengan pengelolaan sumberdaya lahan dan
hutan antar sektor baik secara vertikal (pusat dan daerah) maupun horizontal. Sistem evaluasi
kinerja pembangunan perlu dikembangkan sehingga capaian dari hasil pembangunan dapat
diukur tidak hanya dari sisi pembangunannya saja tetapi juga kontribusinya dalam menurunkan
emisi gas rumah kaca dan kerentanan sistem pembangunan tersebut terhadap dampak
perubahan iklim. Sistem pengumpulan data pembangunan harus disempurnakan agar kualitas
dan akurasi data menjadi lebih baik khususnya terkait dengan data kunci yang dijadikan sebagai
indikator utama mengukur capaian kinerja pembangunan dan penurunan emisi. Pelaksanaan
kebijakan satu peta dan satu data (one map and one data policy) perlu dipercepat untuk
membantu dan mendorong terbangunan sinkronisasi, sinergitas dan integrasi program
pembangunan antar sektor yang lebih baik”.
Workshop tingkat nasional ini diharapkan mendapat masukan dalam perbaikan dokumen
rencana aksi mitigasi yang sudah dirancang, pola yang efektif rencana penurunan emisi level
kabupaten berdasarkan UU 23 tahun 2014 dan sebagai pembelajaran bersama untuk
kabupaten lainnya khususnya di Provinsi Sumatera Selatan dan Papua serta kabupatenkabupaten
lainnya di Indonesia dalam penyusunan dokumen pembangunan rendah emisi. Ke
depan nya diharapkan adanya rekomendasi kebijakan untuk pendekatan berjenjang dalam
mewujudkan pembangunan rendah emisi berbasis Lahan di Indonesia dan mengidentifikasi
wadah jejaring kerja yang tepat untuk pembangunan rendah emisi berbasis lahan di tingkat nasional.