Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gabungan Ormas Katolik Tolak Revisi UU KPK Ini Alasannya
Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang sudah merebak dari pusat sampai ke daerah, merata dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau
Ditulis oleh : Ormas Katolik DIY
TRIBUNNERS - Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang sudah merebak dari pusat sampai ke daerah, merata dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote yang tidak mengenal usia, jabatan, agama, etnis dan strata sosial warga Negara Republik Indonesia.
Korupsi merupakan virus yang sangat berbahaya yang meluluh lantakan kehidupan sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia yang dibangun atas dasar filsafat negara Pancasila.
Untuk mencegahkanya diperlukan strategi dan diagnosa yang jitu agar tidak merusak generasi mendatang bangsa Indonesia.
Kehadiran lembaga anti rasua, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat UU Nomor 30 Tahun 2002 merupakan salah satu langkah strategis untuk mencegah dan memutus mata rantai korupsi di Indonesia.
Sejak dibentuk tahun 2002, KPK sudah bekerja dengan sangat professional dan komprehensif. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya para koruptor yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Koruptor yang ditangkap KPK rata-rata merupakan pejabat tinggi negara, baik itu pejabat di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif serta para pejabat tinggi lainnya di tingkat propinsi, kabupaten dan kota.
Atas kinerja KPK yang begitu luar biasa dalam menindak para koruptor, KPK mendapat simpati dari masyarakat.
Masyarakat luas menaruh harapan yang sangat besar atas kinerja KPK dalam memberantas dan memutus mata rantai korupsi agar tidak menjalar ke generasi mendatang bangsa Indonesia.
Besarnya harapan itu ditandai dengan adanya dorongan masyarakat luas agar lembaga anti rasua ini di pertahankan bahkan diperkuat kewenangannya dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Namun harapan masyarakat yang begitu besar tersebut ternyata harus berhadapan dengan sekelompok orang yang ingin mengamputasi dan melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.
Kasus cicak vs buaya, kriminalisasi terhadap para penyidik KPK, dan yang terakhir adanya sekelompok orang yang mendorong diadakannya revisi UU KPK merupakan fenomena yang terkesan mengamputasi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi dan menangkap para koruptor.
Dengan adanya sekelompok anggota DPR RI yang ingin mendorong agar diadakannya revisi terahadap UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, sekretariat bersama Ormas-Ormas Katolik DIY yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan didukung oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), dan Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan (PK3) Kevikepan DIY, menyampaikan pernyataan sikap dan mengkritisi beberapa poin dalam draft revisi UU KPK tersebut.
Pertama, poin-poin UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang akan direvisi tersebut tidak menunjukkan adanya upaya penguatan terhadap KPK.
Poin-poin yang diusulkan akan direvisi tersebut, justru mengarah kepada pelemahan dan pengamputasian peran KPK.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya dewan pengawas yang bisa menghambat gerak cepat KPK dalam menangkap para koruptor.
Hal lain yang terkait dengan revisi poin penyitaan, yang harus seijin dewan pengawas, membuat kerja KPK lamban serta tidak efektif dan efisien.
Kedua, Kami, Sekber Ormas Katolik DIY meminta agar para anggota DPR RI menghentikan niat untuk revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang selama ini telah teruji keampuannya dalam hal memberantas dan mencegah korupsi di Indonesia.
Akan lebih baik dan bijaksana jika para anggota DPR RI lebih berkonsentrasi dan memprioritaskan menyelesaikan pembahasan RUU yang sudah masuk dalam prolegnas 2016, yang memiliki manfaat langsung dengan kehidupan masyarakat umum dan segara mengundangkannya, seperti RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat, RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, RUU Pertanahan, RUU Wawasan Nusantara, RUU tentang Keamanan Nasional, RUU tentang Terorisme serta RUU lainnya.
Ketiga, Sekber Ormas Katolik DIY mendorong agar DPR berinisiatif menambah anggaran untuk penguatan KPK sehingga KPK dapat dibentuk dan hadir di tingkat kabupaten/kota di seluruh NKRI.
Atas dasar tiga poin tersebut di atas, maka Sekretariat Bersama Ormas-Ormas Katolik DIY dengan ini menyampaikan pernyataan sikap dengan tegas menolak revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.
Untuk itu, kami, Sekber Ormas Katolik DIY meminta kepada anggota Badan Legislasi DPR RI, untuk tidak meneruskan pembahasan revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002. Kepada seluruh Fraksi DPR RI kami juga meminta agar menolak usulan revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.
Demikian pernyataan sikap kami.
Semoga pernyataan sikap kami ini bisa menjadi masukan dan perhatian para anggota DPR RI, maupun semua pihak yang mendukung penolakan revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.