Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ternyata Batu Itu Fosil Mani Gajah
Beberapa hari lalu, saya kedatangan tamu yang ingin melihat koleksi bambu unik dan langka, salah satu ingin melihat pring petuk koleksi milik saya.
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Beberapa hari lalu, saya kedatangan tamu yang ingin melihat koleksi bambu unik dan langka, salah satu ingin melihat pring petuk koleksi milik saya.
Sambil ngobrol menyoal pring pethuk, mata sang tamu tertuju pada tumpukan batu akik yang ada di sudut ruangan tamu.
“Bapak juga suka koleksi batu akik,” katanya.
“Nggak juga, cuma buat punya-punyaan. Itupun batu biasa. Batu dapat dari nemu,’ jawab saya sekenanya.
Masih penasaran. “Bisa lihat, pak,” katanya memohon.
Silahkan, jawab saya sambil mengambil dan menyodorkan sejumlah batu akik. Sambil memegang batu kristal berwarna putih kecoklatan, kemudian sang tamu minta diambilkan mangkok berisi air dan korek api kayu.
Karena gak punya korek api kayu, saya pun keluar membelinya di warung yang tak jauh tempatnya.
Lalu tamu tersebut mencomot dua batang korek api dan mengoles-oleskan ujungnya dengan salah satu batu tersebut. Yang diletakkan di mangkok berisi air, mengapung.
Kemudian batang korek api satunya sambil dipegang didekatkan dengan ujung korek api yang mengapung itu, dan digerakkan.
Batang batang korek api yang mengapung mengikuti jalannya arah gerak korek api yang dipegang.
“Ini fosil mani gajah,” katanya dengan serius, sambil menyebutkan bahwa cara ini sering dipakai sebagai salah satu uji tes fosil mani gajah (FMG).
Kemudian orang itu menyuruh menggosok-gosokan jempol saya ke FMG, lalu mencium jempol saya, baunya amis.
Dan topik obrolan pun beralih dari pring pethuk ke FMG dengan segala pernak-perniknya.
Termasuk asal muasal dari mana saya mendapatkan FMG tersebut. Saya pun sempat memperlihatkan sebuah batu kristal putih dibilang ‘retak seribu’ yang sudah dipoles bentuk liontin. Ternyata nama ‘retak seribu’ tak lain juga adalah FMG.
Sang tamu menyebut bahwa FMG banyak dicari diburu dan dicari orang. Untuk menjawab rasa penasaran, saya pun buka internet untuk tanya ke mbah Google, apa itu FMG.
Bahkan ada postingan menawarkan FMG dengan hitungan per gram berapa, angkanya sangat fantastik jauh mengalahkan akik Bacan.
Ternyata selain pring pehtuk, FMG ini termasuk sebagai salah satu benda langka yang banyak diburu dan dicari orang. Entah mungkin karena sulit didapat, atau punya kegunaan tertentu, sehingga harganya pun sangat fantastik.
Saya pun tidak menyangka bahwa di antara beberapa batu akik yang saya punyai itu ternyata berupa FMG yang katanya banyak diburu dan dicari orang.
Namanya juga tidak tahu dan tidak paham soal dunia perbatuan akik, FGM sempat geletak begitu saja.
Saya anggap tak ubahnya batu akik kebanyakan, main geletak. Padahal FMG banyak diburu dan dicari, nilainya di atas Bacan.
Jadi kini selain banyak mengkoleksi aneka bambu unik dan langka, saya cukup beruntung memiliki FMG menambah koleksi saya.
Saya pun tidak tahu, apakah FMG ini nanti memberi nilai ekonomis atau kegunaan lainnya buat saya, atau ada yang minat, pasti ketemu jodohnya.
Sebagaimana proses saya mendapatkan (baca: diberi) yang saya anggap batu akik kristal biasa, ternyata FMG.
Begitu ceritanya, bahwa tenyata batu itu adalah fosil mani gajah. Adakah yang minat?
* Alex Palit, citizen jurnalis, pendiri grup fb “Komunitas Pecinta Bambu Unik dan Langka”