Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ahok Harus Memilih Maju Lewat Independen Atau Partai
Dalam konteks regulasi, Ahok harus memutuskan maju sebagai cagub DKI lewat jalur independen atau lewat parpol.
Ditulis oleh : Ketua Bidang Advokasi Gerindra, Habiburokhman
TRIBUNNERS - Tidak aneh kalau Ahok masih mencoba melobby PDIP dan partai politik lain agar mau mengusungnya sebagai Cagub DKI.
Sebab meskipun dikampanyekan telah terkumpul hampir sekitar 700 ribu KTP pendukung independen, hingga saat ini belum ada verifikasi resmi dari instituti yang berwenang tentang kebenaran klaim tersebut.
Bisa jadi klaim jumlah KTP pendukung tersebut hanya “gertak sambal” alias omong kosong yang berbeda dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam politik hal seperti ini biasa dilakukan sebagai psywar untuk meningkatkan nilai tawar sang calon.
Dalam konteks regulasi, Ahok harus memutuskan maju sebagai cagub DKI lewat jalur independen atau lewat parpol.
Pengaturan dalam UU Pilkada tidak memungkinkan seorang calon diusung bersamaan oleh parpol maupun warga pendukung independen.
Pasal 42 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada secara tegas mengatur bahwa pasangan calon gubernur didaftarkan oleh partai politik, gabungan partai politik atau perseorangan. Karena kata yang digunakan dalam pasal tersebut adalah atau, berarti tidak bisa dua jalur pencalonan digunakan sekaligus.
Tidak bisa juga secara administratif Ahok mendaftar lewat jalur perseorangan tetapi secara faktual juga didukung oleh partai politik.
Setidaknya ada dua masalah yang bisa timbul jika tidak ada ketegasan Ahok maju lewat jalur perseorangan atau partai politik
Yang pertama adalah pengawasan praktek politik uang. Pasal 73 UU Pilkada mengatur bahwa sanksi terhadap pelaku politik uang hanya bisa diberikan kepada calon atau tim kampanye.
Dalam hal si calon maju lewat jalur perseroangan tetapi juga didukung partai politik, sulit untuk menegakkan aturan ini jika pelaku politik uang adalah partai politik pendukung, karena mereka bukan pasangan calon dan bukan pula tim kampanye.
Yang kedua adalah pengawasan penggunaan dana kampanye. Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Pilkada mengatur secara tegas perbedaan dana kampanye calon yang diusulkan partai politik dan calon perseorangan.
Yang dimungkinkan menggunakan dana kampanye sumbangan parpol hanyalah pasangan yang diusulkan oleh parpol, sedangkan calon perseorangan hanya boleh menerima dana kampanye dari sumbangan perseorangan dan badan hukum swasta.
Jika ada sumbangan parpol kepada calon perseorangan maka calon tersebut bisa didiskualifikasi.
Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dana kampanye bukan hanya dana tunai yang disetor ke rekeing calon, tetapi juga termasuk nilai bantuan konsumsi, nilai alat peraga, nilai iklan dan bantuan apapun yang bisa dinilai dengan materi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.