Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Politisi PKS: Haluan Negara Perlu Dihadirkan Lagi

Pembangunan nasional yang berjalan saat ini dinilai banyak pihak berlangsung tanpa visi dan arah kebangsaan yang jelas. Dalam praktik berbangsa saat i

Ditulis oleh : Sigit Sosiantomo

TRIBUNNERS - Pembangunan nasional yang berjalan saat ini dinilai banyak pihak berlangsung tanpa visi dan arah kebangsaan yang jelas. Dalam praktik berbangsa saat ini, banyak yang tidak sesuai lagi dengan UUD.

Menurut anggota FPKS MPR RI Sigit Sosiantomo, perlu dihadirkan kembali sebuah haluan negara layaknya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Yang kita rasakan saat ini negara berjalan seperti tanpa haluan. Sepertinya perlu dihadirkan lagi haluan negara seperti GBHN," ujar Sigit dalam sosialisasi empat pilar 'Pancasila, UUD NRI, Bhinneka Tungal Ika dan NKRI' di Gedung Panca Bhakti Warga, Kendung, Surabaya, Sabtu (20/2/2016) lalu.

Sigit mengatakan, GBHN memang telah dihapuskan dan digantikan dengan UU No 25 tahun 2004 dan UU no 17 tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang dituangkan dalam bentuk Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.

Namun sejauh ini bagaimana capaian-capaian dalam berbangsa dan bernegara.

"Apakah sesuai target dan harapan UUD, atau banyak yang gagal? Apakah tujuan reformasi tercapai dengan RPJPN ini? Perlu dievaluasi capaian-capaian RPJPN ini," kata Sigit.

Berita Rekomendasi

Sebab menurut Sigit, realisasi RPJPN belum dirasakan masyarakat sepenuhnya dan menilai pembangunan saat ini kehilangan arah dan identitas nasional, serta kerap dinilai autopilot.

"Ya wajar saja. Karena yang dirasakan saat ini Indonesia pasca reformasi makin liberal, dan fungsi negara tidak dirasakan. Dimana identitas pembangunan nasional yang menjunjung tinggi kebangsaan," tuturnya.

Dia mencontohkan kebijakan pembangunan nasional dalam bidang ekonomi banyak yang bertentangan dengan pasal 33 UUD karena penguasaan sumber daya alam lebih besar oleh kepentingan asing daripada negara.

Contoh lain, program pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang menuai protes dari masyarakat luas. Belum lagi kasus Freeport.

Apalagi lanjut dia, dunia saat ini berkembang dinamis. Indonesia sudah memasuki era kerjasama ekonomi regional dan internasional yang cenderung liberal seperti Trans Pacific Partnership (TPP) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Ganti presiden, ganti prioritas pembangunan nasional. Pijakannya adalah janji kampanye, bukan lagi haluan dasar pembangunan nasional. Yang seharusnya, janji-janji kampanye presiden berdasarkan haluan yang telah digariskan. Jadi dievaluasi saja, seberapa besar capaian pembangunan saat ini sesuai RPJPN dan UUD? berkesinambungan atau tidak? Jika tidak, lebih baik pertimbangkan hidupkan lagi model GBHN," katanya.

Namun demikian, anggota Komisi V DPR RI ini mengungkapkan, haluan negara yang dimaksud bukanlah GBHN ala Orde Baru.

Melainkan haluan negara yang bersifat jangka panjang, terukur dan berkesinambungan namun dengan konteks kebangsaan hari ini meski berganti kepemimpinan.

"Saya dengar MPR juga sedang mengkaji untuk amandemen UUD lagi terkait menghadirkan lagi haluan negara. Mungkin akan ada beberapa konsekuensi seperti mereposisi ulang MPR. Tapi ini penting untuk menjaga NKRI," katanya.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas