Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Boikot Produk Israel Bukti Nyata Peran Indonesia dalam Perjuangan Palestina
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memboikot produk-produk Israel.
Ditulis oleh Muhammad Jusrianto, pengamat hubungan international, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang
TRIBUNNERS - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memboikot produk-produk Israel.
Dorongan itu merupakan salah satu bentuk peningkatan dukungan OKI terhadap kemerdekaan Palestina. Selain itu, ada lima hal lagi yang didorong Jokowi untuk dilaksanakan negara-negara OKI.
Pertama, penguatan dukungan politik demi menghidupkan kembali proses perdamaian antara Palestina dan Israel.
Kedua, pemenuhan kebutuhan kemanusiaan yang mendesak.
Ketiga, Jokowi mendorong peninjauan kembali keberadaan negara kuartet dalam KTT OKI. Arahnya, Indonesia ingin bukan hanya empat negara, melainkan lebih dari itu.
Keempat, Indonesia ingin KTT OKI meningkatkan tekanan kepada Dewan Kehormatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberikan perlindungan bagi Palestina.
Indonesia juga mendorong KTT OKI untuk mendesak PBB menetapkan batas waktu pengakhiran pendudukan Israel atas Palestina.
Dan kelima, KTT OKI didorong untuk menolak secara tegas pembatasan akses beribadah bagi umat Islam di Masjid Al-Aqsa serta tindakan Israel mengubah status quo dan demografis Al-Quds Al-Sharif.
Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi-JK semakin menunjukkan taji-nya dalam konstelasi politik Internasional.
Ditandai dengan pemerintahan saat ini, sudah mulai menonjolkan diri dalam membangun eksistensi peran dalam dunia internasional, salah satunya menyoal kompleksitas persoalan yang menimpa Palestina.
Bisa dilihat dari langkah-langkah strategis, baik yang sudah maupun yang akan dilakukan pemerintah terhadap problematika Palestina.
Di antaranya, pertama, Presiden Jokowi telah menyampaikan pernyataan yang menjadi representasi kembalinya Indonesia menegaskan untuk mendukung penuh kemerdekaan Palestina di sela-sela pertemuan ASEAN+US Summit Reatreat I di California pada 16-17 Maret 2016.
Kedua, manifestasi dari pernyataan Jokowi tersebut dimanifestasikan dengan bersedianya Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam (KTT OKI) yang bersifat extra ordinary, yang akan fokus membahas Palestina dan Al-Quds Al-Syarif.
Ketiga, Jokowi juga menyampaikan akan melakukan pembukaan Konsulat Kehormatan RI di Ramallah Palestina.
Kebijakan yang diambil Jokowi menjadi bukti kuat bahwa dari pemerintahan ke pemerintahan Indonesia, salah satu arah politik luar negeri RI adalah mendukung dan membantu Palestina menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh.
Ini sudah menjadi keharusan dalam menindaklanjuti utang sejarah yang belum lunas.
Palestina beserta negara-negara lain di belahan Timur Tengah menjadi bagian sejarah tak terlupakan dalam mendukung dan mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Bahkan telah tercatat dalam sejarah bahwa Palestina sudah memberikan dukungan atas kemerdekaan Indonesia sebelum tahun 1945.
Selain atas nama panggilan sejarah, sudah termaktub secara jelas dalam Pembukaan UUD 1945 di alinea pertama dan keempat sebagai acuan konsepsi penentu arah Polugri RI yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...."
Muatan konsepsi tersebut secara otomatis sangat kontradiksi dengan persoalan-persoalan yang dialami Palestina.
Dikotomi antara konsepsi di atas dengan persoalan Palestina dapat dilihat dari konflik antara Palestina versus Israel, yang mengakibatkan penderitaan dan kerugiaan yang sangat besar.
Dimana, Palestina mengalami kerugian dan penderitaan yang sangat jauh lebih besar dibandingkan Israel.
Mengapa? Sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat internasional bahwa masyarakat Palestina yang kehilangan nyawa dan mengalami kecacatan fisik tidaklah sedikit, mulai dari ibu-ibu sampai anak-anak.
Fakta juga bahwa sekitar 6 juta masyarakat Palestina mengungsi ke negara tetangga seperti Suriah, Libanon, dan Mesir.
Mereka terpaksa meninggalkan tempat tinggal dan sumber mata pencaharian karena di usir oleh tentara Israel, dan menuai nasib yang tidak jelas. Fakta berikutnya, wilayah kekuasaan Palestina secara objektivitas semakin mengecil dari tahun ke tahun yang mulai direbut oleh Israel, sejak tahun 1948.
Masyarakat Palestina yang masih tinggal di beberapa daerah pendudukan Israel mengalami tindakan diskriminatif, penyiksaan dan pembunuhan, apalagi yang tinggal di Jerusalem.
Masyarakat Palestina tidak bebas melaksanakan ibadah di Masjidil Aqsa. Dan, blokade kebutuhan primer dan sekunder baik di jalur darat maupun laut dilakukan Israel khususnya ke Gaza pada waktu perang di tahun 2014.
Persoalan lain yang juga sangat urgent dipersoalkan adalah Palestina tidak kunjung mendapatkan pengakuan untuk menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh dari PBB.
Langkah-langkah perjuangan Palestina dan dukungan dari beberapa negara untuk menjadikan Palestina sebagai negara Independen, selalu mengalami kegagalan.
Jadi jelas adanya, apa yang menimpa Palestina adalah bentuk-bentuk penjajahan, ketidakperikemanusian dan ketidakperikeadilan serta ketidakbebasan untuk menentukan nasib sendiri, yang ditolak secara mutlak oleh amanat pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, keberpihakan terhadap kemerdekaan Palestina dan membantu masyarakat Palestina menjadi kepastian yang harus dilakukan pemerintah Indonesia. Keputusan dan langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI yang akan berlangsung pada 6-7 Maret 2016 kemarin sudah tepat.
Konferensi Luar Biasa tersebut fokus membahas problematika Palestina dan Al-Quds Al-Syarif. Indonesia sebagai tuan rumah semakin membuktikan bahwa pemerintahan Indonesia saat ini benar-benar serius mengambil peran besar dalam menemukan resolusi permasalahan apa yang dihadapi Palestina.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyampaikan bahwa terdapat 6 (enam) isu yang akan menjadi fokus pembahasan yakni masalah perbatasan, pengungsi Palestina, sengketa Kota Yerusalem, permukiman ilegal, keamanan dan akses air bersih.
Hal yang juga sangat menarik untuk dicermati dari penyampaian Retno Marsudi yaitu didalam KTT akan ada dua dokumen yang dihasilkan.
Pertama, resolusi yang isinya political core dari negara-negara anggota OKI terhadap isu Palestina dan Al-Quds Al Syarif.
Kedua, menyiapkan Deklarasi Jakarta yang isinya lebih kepada tindak lanjut dari political core.
Pemerintah Indonesia juga berharap penyelenggaraan KTT dapat kembali menarik perhatian dunia internasional terhadap masalah Palestina, adanya persatuan baik di internal Palestina maupun dari negara-negara yang tergabung di OKI dalam mendukung penyelesaian masalah Palestina.
Apa yang kemudian menjadi harapan-harapan pemerintah Indonesia sebagaimana beberapa poin yang disebutkan di atas bisa terealisasi.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dan dunia menanti langkah strategis konkrit seperti apa yang akan dilakukan Indonesia paska konferensi nantinya demi Palestina yang lebih baik.
Jika hasilnya bagus dan progresif, tentunya pemerintah semakin mendapatkan legitimasi dari rakyat.
Namun, apabila mengecewakan, maka akan menjadi bumerang tersendiri bagi pemerintahan Jokowi-JK.