Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kesadaran dan Kecerdasan
Sebagai contoh, kita mengerjakan suatu tes untuk melihat pola-pola.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Secara definisi, kecerdasan sendiri juga merupakan bentuk dari kesadaran, yaitu kemampuan pikiran dalam memproses sesuatu secara benar. Sesuatu yang diproses oleh pikiran dan bernilai benar bukanlah yang diakibatkan oleh suatu kebetulan. Karenanya dalam setiap gerak kecerdasan, selalu terdapat kesadaran yang mengiringinya. Tanpa adanya kesadaran yang menyertai suatu pemikiran, kemampuan berpikir tersebut tidak dapat disebut sebagai suatu kecerdasan.
Sebagai contoh, kita mengerjakan suatu tes untuk melihat pola-pola. Untuk menentukan jawaban yang benar atau untuk menjawab dengan jawaban yang benar, di dalam diri kita terlebih dulu hadir kesadaran akan pola yang sedang kita kenali tersebut sehingga kita mampu menentukan jawaban dari pertanyaan atau soal secara benar. Kemampuan dalam mengenali kebenaran dari hubungan suatu pola-pola atau mengenali kebenaran dari suatu fenomena inilah yang disebut dengan kecerdasan.
Jika misalnya, kesadaran akan pemahaman pola atau fenomena yang kita hadapi itu tidak kita sadari kemudian kita menjawabnya dengan jawaban yang benar, maka hal itu bukanlah disebut sebagai suatu kecerdasan. Fenomena seperti ini biasa disebut dengan suatu kebetulan meskipun kebetulan itu dalam pandangan kesadaran yang lebih luas bukanlah merupakan suatu kebetulan. Kemampuan pikiran dalam memproses sesuatu secara benar pada uraian bab-bab sebelumnya tidak membahas tentang adanya sangkut pautnya dengan kesadaran karena konteks yang dibahas selalu berada dalam konteks kesadaran.
Kenyataannya terdapat suatu pemikiran, terdapat fenomena bahwa seseorang mampu berpikir secara benar tanpa ia sadari. Terhadap yang demikian ini, kita tidak memasukkan hal tersebut sebagai suatu kecerdasan, dan fenomena tersebut lebih kita hargai sebagai suatu Cognitive Science mengakui adanya fenomena tersebut karena hal itu juga merupakan suatu kenyataan yang ada di alam ini. Sebagai contoh, penelitian terhadap anak-anak indigo menunjukkan bahwa di antara mereka ada yang memiliki kemampuan supranatural yang berhubungan dengan pola-pola di alam sehingga ia memahami tentang berbagai fenomena alam dan dapat menjelaskan kesadaran yang ia alami. Terhadap anak yang seperti ini kita sebut dia mempunyai kecerdasan yang tinggi.
Ada juga anak indigo yang mempunyai kemampuan supranatural dengan mampu melihat hal-hal gaib di alam, yang ketika
dikorelasikan dengan apa yang dialami oleh anak-anak lain, apa yang ia lihat itu adalah benar namun ia tidak mampu menjelaskan atau memahami fenomena kemampuan melihatnya itu maupun apa yang dilihatnya itu. Terhadap yang seperti ini, kemampuan itu belum dapat dikategorikan sebagai suatu kecerdasan, tetapi ia lebih dipandang sebagai suatu potensi atau anugerah bagi anak tersebut yang posisi kendalinya belum mampu dipegang oleh anak tersebut. Karena itu kecerdasan membutuhkan kesadaran agar pengendalian pikirannya dapat dikuasai dan ia dapat mengatur untuk menggunakannya kapan saja dan dimana saja.
Dan dengan pemahaman ini, kita sampai pada kesadaran yang lebih luas yaitu bahwa kecerdasan itu sendiri sesungguhnya merupakan suatu bentuk anugerah. Ketika suatu kecerdasan telah dianugerahkan kepada diri kita, baru lah kita mampu menggunakan kecerdasan itu untuk mengolah berbagai permasalahan di dalam hidup.
Mengenal Kesadaran Diri dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Dalam kehidupan, fenomena anugerah ini seringkali terjadi pada setiap orang. Pemahaman akan hal ini juga mampu menjadikan kita menyadari bahwa dalam berbagai capaian atas penyelesaian suatu permasalahan atau persoalan yang kita hadapi, tidak selalu penyelesaian itu berkat kecerdasan kita dalam memecahkan permasalahan tersebut. Perubahan situasi lingkungan seringkali turut berperan dalam pencapaian suatu capaian atas permasalahan, atau juga adanya kemampuan yang nyata terjadi pada diri kita namun di luar kesadaran juga tak jarang mewarnai kehidupan kita. Terhadap yang demikian itu, sudah sepantasnya dan juga sejalan dengan pandangan agama, bahwa hal-hal tersebut kita sebut sebagai suatu anugerah dari kecerdasan universal yang mengatur alam semesta ini, dimana hal itu merupakan sifat Tuhan.
Kesadaran akan hal ini akan menjadikan kita lebih taat pada azas yang berlaku di alam semesta ini dan tidak sembarangan dalam mengklaim segala sesuatu atas nama kecerdasan diri kita. Dengan ketepatan berpikir seperti ini, pada setiap fenomena di alam kita akan mampu menempatkannya secara tepat sehingga pada setiap pengalaman yang kita alami akan terbangun pada diri kita suatu kesadaran yang lebih luas, yaitu pengetahuan yang bukan berasal dari pikiran kita, melainkan berasal dari suatu pembelajaran yang benar akan sebuah pengalaman dalam mempersepsi alam semesta.
Itulah mengapa pada berbagai buku atau ajaran tentang memperluas kesadaran, apa yang disampaikan di dalamnya adalah tentang bagaimana untuk melepaskan pengakuan akan kecerdasan diri dan berlatih untuk memasrahkan diri sambil menjalin hubungan yang selaras dengan Tuhan atau dengan suatu kesadaran yang menguasai alam semesta ini. Hal-hal semacam ini merupakan praktek untuk mengalami pengalaman-pengalaman mutakhir dari pikiran setelah pengalaman-pengalaman di dunia ini telah berhasil dikuasai dan pikiran tidak terkuasai oleh berbagai bentuk kerja dari fenomena dunia. Oleh karena itu pula, dalam setiap ajaran-ajaran luhur, untuk mampu memperluas kesadaran hingga pada capaian yang paling luasnya, selalu diajarkan untuk mampu melepaskan diri dari keterikatan pikiran-pikiran dunia, yaitu pikiran-pikiran yang bekerja pada diri kita sehari-hari agar mampu menerima secara jernih kesadaran-kesadaran baru yang hadir sebagai upgrade bagi pikiran kita.