Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masyarakat Adat Dayak Nasional Belum Telorkan Solusi
Mungkin banyak kalangan umum yang tidak tertarik menyimak isi tulisan ini, dan memang itu adanya.
Ditulis oleh : Fornestor Mindaw
TRIBUNNERS - Mungkin banyak kalangan umum yang tidak tertarik menyimak isi tulisan ini, dan memang itu adanya.
Namun penulis selalu berusaha mengekspos tulisan-tulisan yang menyangkut persoalan masyarakat lokal yang jarang muncul di media-media arus utama.
Padahal, hal ini sama pentingnya untuk segera diselesaikan karena menyangkun masa depan sebuah generasi anak manusia.
Pada titik-titik tertentu juga mungkin ada kesamaan dengan komunitas-komunitas masyarkat lokal yang lainnya dan bahkan mewakili permasalahan yang sama.
Baiklah, berikut kisah dari kaum kami.
Ketika pelantikkan pengurus Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) di Pontianak yang belum lama ini dilakukan (7 April 2016), banyak kalangan mendiskusikan mengenai arah gerak dari lembaga ini.
Di media sosial bertebaran berbagai dukungan, saran sampai pada kritik yang keras terhadap kontribusi lembaga yang dibentuk pada tahun 2001 ini terhadap kaum Dayak yang dianggap masih tertinggal.
Riak-riak perbedaan pendapat yang menyasar MADN memiliki beberapa muara seperti program transmigrasi di Kalimantan, perampasan terhadap tanah-tanah adat, sampai konflik-konflik antara masyarakat adat dan perusahaan-perusahaan tambang serta perkebunan kelapa sawit.
Namun secara umum, MADN sebagai lembaga adat sekaligus organisasi yang merasaselalu bergerak dan berada di depan masyarakat Dayak. Setidaknya seperti itu pernyataan Ketua Majelis Pertimbangan MADN, Agustin Teras Narang.
Banyak kita beranggapan bahwa belum terlihat maksimal hasil geraknya untuk pemberdayaan kaum Dayak di tanahnya sendiri.
Anggapan ini misalnya, karena hanya kaum “tua” dan elit lokal Dayak saja yang sejauh ini mampu bersuara di dalam lembaga itu, sementara belum mampu menghasilkan apa-apa untuk kemajuan kaum.
Sebagai lembaga adat, MADN seolah menjadi instrument tokoh-tokoh tua Dayak untuk “menjadi” tradisional dengan cara yang modern.
Bagaimanapun, tidak bisa dipungkiri bahwa secara organisasi lembaga ini disusun sedemikian rupa untuk memperkuat nilai ke-Dayakan dengan mengadopsi sistem legal-formal ala solidaritas organis.