Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Hadapi Sejumlah Tantangan PLN Harus Putar Otak Penuhi Kebutuhan Listrik Nasional
Masyarakat Peduli Listrik (MPL) meminta PT PLN (Persero) mencari upaya untuk memenuhi target pertumbuhan listrik nasional.
Ditulis oleh : Tomy Radja, Direktur Eksekutif MPL
TRIBUNNERS - Masyarakat Peduli Listrik (MPL) meminta PT PLN (Persero) mencari upaya untuk memenuhi target pertumbuhan listrik nasional.
Menurut Tomy Radja, Direktur Eksekutif MPL, PT PLN (Persero), tidak mampu memenuhi target pertumbuhan listrik nasional sekitar 8,5 persen pertahun atau sekitar 5.700 Mega Watt (mw) pertiap pertumbuhan ekonomi 6,5-7 persen per tahun.
PT PLN (Persero) selama ini bekerja sama dengan pemerintah dalam pendanaan program, seperti Rencana Usaha Penyedia Jasa Tenaga Listrik (RPUPTL) yakni penambahan pembangkit plus transmisi mencapai USD125 miliar dalam 10 tahun ke depan atau per tahunnya USD12,5 miliar.
Selain itu PT PLN (Persero) membutuhkan dana investasi sekitar Rp115 triliun untuk menyelesaikan rencana kerja yang sudah dipersiapkan termasuk pembangunan pembangkit listrik, serta penambahan jaringan.
Jika program pembangunan jaringan ditunda maka akan muncul persoalan lain hingga dua tahun mendatang. Sementara membangun tower tidak bisa dilakukan dalam sebulan dua bulan.
Kalau pembangunan terlambat maka akan menimbulkan kekurangan pasokan listrik.
Dana investasi itu sendiri merupakan subsidi dari pemerintah kepada PT PLN (Persero) pada APBN-P 2014 sekitar Rp100 triliun dari sebelumnya APBN 2014 sebesar Rp76 triliun.
Investasi jaringan, tidak diperbolehkan mengandalkan pihak swasta (Independent Power Producer/IPP) karena hal itu untuk pembangunan pembangkit listrik. Sehingga tidak bisa ikut dalam penambahan jaringan.
Kalau dari sisi teknologi, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) bisa dibangun dalam dua tahun untuk mengatasi kekurangan daya.
Dari segi pendanaan, hanya membutuhkan sekitar USD 1 miliar untuk pembangunan PLTGU 10 MW atau investasi setara USD 1 juta per MW.
Namun, pembangunan jaringan untuk mendistribusikan energi kepada masyarakat, sudah terbukti lebih rumit ketimbang pembangunanan pembangkit.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman juga menyebut bahwa keterlambatan realisasi sejumlah proyek pembangkit listrik berpotensi memicu krisis listrik pada 2018.
Lalu, Sofyan Basir pengganti Nur Pamudji yang mewarisi utang Rp 470 triliun pernah menyatakan bahwa hutang itu bukan dosa, jika hasilnya lebih baik.
Efisiensi biaya bisa memberi hasil yang baik dari utang. Dengan berutang, maka pendapatan harus meningkat. Itu menunjukan berutang baik untuk perusahaan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku yang menjadi tantangan Sofyan untuk dapat diselesaikan adalah pengelolaan utang perseroan yang sangat besar. Dia yakin Sofyan akan sangat membantu menyehatkan utang tersebut.
Malah tantangan diberi oleh Rini agar Sofyan mengelolaan sumber daya manusia lebih berkualitas dari sebelumnya, mengingat tuntutan PT PLN (Persero) harus bisa mengaliri listrik seluruh wilayah Indonesia pada 2020.
Sekarang, terlepas dari semua hal itu apakah PT PLN (Persero) mampu 'memangkas" kendala-kendala yang ada pada dirinya sembari melakukan pekerjaan utamanya yakni membangun jaringan untuk 'memerangi' kegelapan yang dialami rakyat?
Untuk menguji kesiapan tersebut maka dalam waktu dekat kami akan coba ungkap realitas yang terjadi dilapangan, baik itu terkategori 'menghadang' atau 'mendukung' kinerja PT PLN (Persero) disebagian wilayah Sumatera akan kami paparkan kepada publik.
Sumatera menjadi salah satu percontohan sebab ada temuan yang kami dapat bahwa sebenarnya justru birokrasi dan "antek-anteknya' di daerah yang menjadi faktor dominan menghalangi program untuk rakyat tersebut.
Padahal para pemimpin lokal itu kerap meneriakkan wilayahnya yang serba kekurangan dilayani PT PLN (Persero).
Kami akan berupaya paparkan dengan detail modus penghalang-halangan dan dari kepala daerah mana mereka tersebut.
Ini seharusnya segera disikapi oleh pemerintah pusat sebab bagaimanapun upaya memberikan pemerataan penerangan listrik adalah tanggung-jawab mereka kepada rakyat.
Di sisi lain, pemerintah pusat harus bisa menegakkan wibawanya sebagai langkah konkrit supaya perilaku menghalagi pembangunan sarana vital milik negara. Jangan sampai PT PLN (Persero) dikalahan oleh penguasa lokal yang berfikiran kedaerahan.