Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Di Balik Kemenangan Setya Novanto
Banyak yang mencibir atas terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dalam Munaslub yang digelar beberapa waktu lalu.
Ditulis oleh : Syaroni, Sekretaris Jenderal Humanika
TRIBUNNERS - Banyak yang mencibir atas terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dalam Munaslub yang digelar beberapa waktu lalu.
Tidak sedikit yang menyimpulkan bahwa kemenangan Setya Novanto tidak terlepas dari campur tangan Istana.
Bahkan banyak yang menuduh bahwa Presiden Joko Widodo sengaja menyandera Partai Golkar dengan mendukung kandidat yang terjerat kasus hukum. Selain itu ada juga yang menghembuskan isu politik uang sebagai salah satu faktor penentu kemenangan Setya Novanto.
Sayang tidak ada yang melihat bagaimana proses demokratisasi yang terjadi dalam tubuh Partai Golkar berjalan dengan sangat kompetitif dan bisa dibilang yang paling demokratis diantara perhelatan serupa dalam parpol-parpol lainnya.
Dilihat dari jumlah kandidat yang tampil jelas parpol lain jauh tertinggal dibanding Partai Golkar karena hampir semua parpol lainnya saat ini sengaja ramai-ramai mengusung politik aklamasi, sebut saja PDIP, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PPP.
Sementara dalam Munaslub Partai Golkar kandidat yang tampil sebanyak 8 orang yang kesemuanya memiliki kualifikasi dan kompetensi yang tidak jauh berbeda antar satu kandidat dengan kandidat lainnya.
Iklim kompetisi sudah sangat terasa jauh hari sebelum perhelatan Munaslub dan puncaknya adalah voting demokratis yang akhirnya memunculkan Setya Novanto sebagai pemenang.
Pertarungan demokratis inilah yang tidak bisa disaksikan dalam pemilihan pucuk pimpinan parpol lainnya, hanya PAN saja yang bisa mengikuti Partai Golkar dalam menghadirkan iklim kompetisi meskipun hanya menghadirkan dua kandidat.
Atas terpilihnya Setya Novanto maka patut diselidiki kenapa kader Partai Beringin lebih memilih Setya Novanto padahal yang bersangkutan terjerat kasus papa minta Saham.
Ternyata kader Partai Golkar memiliki rasionalisasi tersendiri dalam menentukan pemimpinnya.
Partai Golkar adalah partai besar dan partai yang paling dinamis sehingga harus dipimpin oleh figur yang benar-benar sudah teruji dalam melalui berbagai badai polemik.
Dalam perjalanannya, memang nama Setya Novanto sudah beberapa kali dikaitkan dengan berbagai kasus mulai kasus cessie Bank Bali (1999) hingga yang teranyar kasus papa minta saham.
Aneh bin ajaib, Setya Novanto selalu berhasil lolos dari lubang jarum dan selalu menemukan solusi atas berbagai kasus tersebut.