Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Status Perikanan Hiu Makin Mengkhawatirkan
Lautan tanpa hiu adalah lautan yang sekarat, sebab lautan yang sehat membutuhkan hiu sebagai penyeimbang ekosistem laut.
Ditulis oleh : Greenpeace Indonesia
TRIBUNNERS - Lautan tanpa hiu adalah lautan yang sekarat, sebab lautan yang sehat membutuhkan hiu sebagai penyeimbang ekosistem laut.
Indonesia menyumbang 13% dari total tangkapan hiu dunia hingga akhir tahun lalu, atau sebanyak 106.000 ton hiu mendarat setiap tahunnya di pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia.
Penelitian mendalam yang dilakukan selama dua tahun oleh Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia di Pelabuhan Tanjung Luar, Lombok, Nusa Tenggara Timur mengungkapkan lebih dari 50 ton hiu per bulan tiba di Pelabuhan Perikan Tanjung Luar.
Hal ini menjadikan Tanjung Luar sebagai salah satu penyumbang utama produksi hiu di Indonesia.
“Berdasarkan kategori IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) Red List, hasil tangkapan dominan hiu di Tanjung Luar dengan kategori near threatened atau hampir terancam punah mencapai 70,1%, kategori vulnerable atau rentan sebanyak 12,5%, dan kategori endangered atau terancam punah sebanyak 9.4%. Sementara spesies yang dominan ditangkap adalah Carcharhinus limbatus (blacktip shark), Carcharhinus falciformis (silky shark) and Sphyrna lewini (scalloped hammerhead),” ujar Irfan Yulianto, Fisheries Program Manager WCS usai pemutaran film dan diskusi Ocean & Us yang diproduksi oleh Indonesia Nature Film Society (INFIS) di Jakarta, (19/5/2016).
Merujuk kepada hasil penelitian tersebut, WCS Indonesia memformulasikan usulan kebijakan perlindungan hiu.
Kebijakan tersebut antara lain melalui pengaturan pengelolaan perikanan hiu.
“Yaitu membatasi jumlah kapal nelayan sebagai control input dan dimungkinkan dengan mengatur lisensi menangkap ikan terutama untuk kapal alat tangkap rawai apung (permukaan) untuk meminimalkan tekanan penangkapan hiu terutama hiu dengan kategori terancam punah. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengatur ukuran kail yang digunakan. Serta perlindungan habitat kritis serta menetapkan spesies yang dilindung. Kuota perdagangan hiu terancam punah oleh pemerintah pusat dan provinsi,” kata Irfan.
Senada dengan WCS, WWF – Indonesia bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia telah menerbitkan dokumen prosiding rumusan Simposium Hiu dan Pari Indonesia pada 2015 untuk mendorong penetapan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Hiu dan Pari 2015 – 2019.
Dokumen RAN tersebut akan menegaskan status perlindungan serta mengatur perdagangan hiu, termasuk kewajiban dan kewenangan berbagai pihak dalam pelaksanaannya.
Dwi Aryoga Gautama, Bycatch Coordinator WWF-Indonesia, menyatakan, "Dalam kurun waktu satu generasi, aktivitas manusia telah menimbulkan kerusakan parah pada laut dengan menangkap ikan pada laju yang lebih cepat daripada siklus reproduksinya. Dengan memprioritaskan perlindungan habitat penting hiu dan jenis hiu yang terancam punah, serta menguatkan peraturan terkait perdagangannya bisa meningkatkan efektivitas regulasi hiu yang telah ada di Indonesia.”
Pada kesempatan yang sama, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Sumardi Ariansyah mengungkapkan dua titik lemah perikanan hiu di Indonesia, yaitu tidak komprehensifnya pendekatan konservasi yang ditempuh oleh pemerintah, dan lemahnya langkah pengendalian tata niaga hiu.
"Akibat dua hal tersebut, ditambah juga dengan minimnya kesadaran masyarakat dan penegakan hukum, gambaran di lapangan dengan mudah memperlihatkan semua jenis hiu bisa saja tertangkap ataupun sengaja menjadi target tangkapan,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut Ariansyah merekomendasikan lima langkah perlindungan hiu, yaitu segera melakukan penghentian ekspor dan impor sirip hiu, daging hiu dan bagian tubuh hiu lainnya, dan segera mempromosikan pendekatan perlindungan habitat penting bagi hiu dalam skala luas.
Langkah lainnya adalah segera melakuan penelitian prioritas bagi jenis-jenis hiu dan pari yang berstatus sangat terancam punah (CR), terancam punah (EN) dan rentan punah (VU) namun belum ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi ataupun belum diatur dalam kebijakan khusus.
Selain itu juga segera membangun sistem informasi ketelusuran produk yang dapat diakses oleh masyarakat secara langsung, serta segera menetapkan pengesahan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Tuna, Cakalang dan Tongkol (2015-2019), Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari (2015-2019).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.