Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masyarakat Jepang Belajar tentang Halal di Pertukaran Kebudayaan Islam
Tantangan puasa 17 jam ditengah teriknya musim panas tahun ini tidak menyurutkan semangat umat muslim Indonesia di Jepang untuk terus mengenalkan Isla
Penulis: Tunaman
TRIBUNNERS - Tantangan puasa 17 jam ditengah teriknya musim panas tahun ini tidak menyurutkan semangat umat muslim Indonesia di Jepang untuk terus mengenalkan Islam pada masyarakat sekitar.
Sabtu (18/6/2016) bertempat di Balai Indonesia, Keluarga Masyarakat Muslim Indonesia (KMII) kembali menyelenggarakan acara Pertukaran Kebudayaan Islam dengan mengangkat tema “Halal untuk Semua”.
Industri halal yang semakin semarak di Negeri Sakura kini kian menarik perhatian masyarakat Jepang baik dari pihak penggiat bisnis kuliner dan pariwisata maupun dari pihak masyarakat umum.
Acara kali ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian halal secara universal dan meluruskan beberapa pandangan masyarakat Jepang mengenai halal, bahwa halal bukan makanan yang hanya dapat dikonsumsi oleh muslim tetapi juga makanan yang baik (thayyib) untuk dikonsumsi masyarakat umum tanpa memandang perbedaan agama dan budaya.
Acara kali ini diawali dengan sambutan dari Ketua Keluarga Masyarakat Muslim Indonesia (KMII) Pak Wilopo yang menyambut hangat antusiasme kurang lebih 150 peserta orang Jepang dan komunitas muslim di Jepang yang menghadiri acara ini.
Kemudian acara dilanjutkan dengan penyampaian lecture mengenai halal yang disampaikan oleh Prof Endo Yahya, pakar halal yang merupakan ketua Asosiasi Muslim Jepang yang juga pernah menjabat sebagai peneliti di Pusat Penelitian Syariah di Universitas Takushoku.
Prof Endo Yahya yang telah menjadi seorang mualaf di usia 20 tahun, menegaskan bahwa terdapat banyak hikmah dibalik hukum halal-haramnya suatu makanan.
Suasana semakin semarak ketika memasuki sesi diskusi panel. Sesi diskusi panel kali ini mengundang empat pembicara ahli dari berbagai pihak penggiat halal di Jepang. Pembicara tersebut antara lain Akihiro Shugo (CEO Halal Media Japan), Wachi Masyrik (Pemilik Restoran Halal Ramen Ouka), Said Akhtar (CEO NAHA Jepang) dan Prof Endo Yahya.
Masing-masing pembicara menceritakan awal mula mereka terjun ke dunia halal.
“Sekitar 10 tahun lalu, teman saya (seorang muslim) datang berkunjung ke Jepang, namun ia tidak bisa menikmati makanan tradisional Jepang. Dari situ saya tersadar, saya pun mulai mempelajari Islam 6 tahun kebelakang ini dan kemudian berhasil membuka restoran halal," ujar Wachi.
Mengenai kondisi industri halal sekarang ini menurut Akihiro Shugo setiap bulan sekitar 20 restoran dan toko mendaftarkan diri di situs Halal Media Japan. Restoran halal diprediksi akan semakin berkembang di seluruh Jepang.
Beberapa pemilik restoran sempat mengutarakan kekhawatiran mereka ketika mereka memutuskan untuk tidak menjual sake (minuman berlakohol), dan daging babi.
“Banyak yang takut omzet penjualannya berkurang, namun pada kenyataannya tidak begitu berubah," ujar Akihiro Shugo.
Lembaga pemberi sertifikasi halal di Jepang juga sudah mulai bermunculan, namun masih terdapat perbedaan standar dalam penetapan halal diantara lembaga-lembaga tersebut.
"Masih terus diperlukan diskusi antar lembaga halal, untuk menyamakan kriteria," ujar Said Akhtar yang merupakan CEO dari salah satu lembaga sertifikasi halal di Jepang yaitu Nippon Asia Halal Association (NAHA).
“Makanan halal merupakan makanan yang baik untuk semua kalangan, dari segi gizi, kebersihan dan khasiat untuk kesehatan. Saya harap semakin banyak orang Jepang yang semakin mengerti tentang halal dan sama-sama memajukan industri halal di Jepang," ujar Prof Endo Yahya menutup diskusi panel kali ini.
Acara pertukaran budaya kali ini juga dimeriahkan oleh Muslim Fashion Corner, dimana masyarakat Jepang dapat mencoba mengenakan hijab, gamis, kopiah dan pakaian khas berbagai negara muslim.
"Ternyata (mengenakan) hijab tidak panas, saya malah merasa tenang dana terjaga dengan mengenakan hijab," ujar seorang perempuan Jepang yang mencoba mengenakan hijab untuk pertama kalinya.
Selain itu peserta juga dihibur dengan tarian tradisional yang dibawakan oleh para siswi Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Acara kemudian dilanjutkan dengan buka puasa bersama yang disponsori oleh makanan dari berbagai komunitas muslim, seperti komunitas muslim Indonesia, Turki, Syiria, dan Pakistan yang menetap di Jepang.