Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tak Harus Full Day School untuk Mendidik Karakter Generasi Penerus Bangsa
Baru-baru ini, sebuah wacana terkait penerapan sistem full day school mulai menjadi berita hangat.
Ditulis oleh : Supriyani, Citizen Journalist Cibinong
TRIBUNNERS - Baru-baru ini, sebuah wacana terkait penerapan sistem full day school mulai menjadi berita hangat.
Wacana tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dalam keterangan pers, kementerian pendidikan mengatakan ide ini muncul untuk memenuhi pendidikan karakter di sekolah, yang idealnya menurut Presiden Jokowi, diberikan sebanyak 80% (dari total kegiatan belajar mengajar) di tingkat sekolah dasar, dan 60% di tingkat sekolah menengah pertama.
Mendikbud mengatakan, sistem sekolah sehari penuh tidak melulu soal belajar di dalam kelas tetapi juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Mendikbud menganjurkan sekolah sehari penuh untuk membendung arus kerusakan di luar sekolah, saat orangtua bekerja dan tidak bisa mengawasi. Juga untuk membendung pemikiran menyimpang di luar sekolah.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus didapatkan masyarakat khususnya di Indonesia.
Selain bertujuan untuk mencerdaskan generasi penerus dari sisi akademik, juga untuk menjadikan calon-calon generasi penerus menjadi pribadi yang bertaqwa, bermoral dan berakhlak mulia.
Pertanyaannya, apakah dengan menerapkan sistem full day school ini, anak-anak dapat berubah kualitas keilmuan dan kualitas moralnya?
Ketika kekhawatiran pemerintah terkait anak-anak yang pulang sekolah lebih awal tetapi tidak langsung pulang ke rumahnya lalu melakukan hal-hal yang dianggap tidak pantas atau melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum, apakah karena jam belajar yang kurang?
Mungkin bisa jadi seperti itu. Tetapi perbaikan kualitas generasi tak cukup dengan memperbanyak jam belajar di sekolah.
Faktor kenakalan remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam dirinya, lingkungan, dan keluarga.
Faktor diri yang lemah diantaranya tidak punya rasa takut, jauh dari rasa penyesalan, tidak mengetahui standar kesalahan, kurangnya kontrol diri dan lemahnya keimanan membuat remaja dengan mudah dapat dikuasai oleh hawa nafsunya.
Sementara faktor diri tadi, dibentuk dari faktor yang lain seperti pendidikan, keluarga, lingkungan bahkan negara yang menerapkan sistemnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.