Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Degradasi Lahan Pertanian Ancam Swasembada Pangan Nasional
Tingkat lahan kritis di Indonesia terus meningkat dan mengkhawatirkan karena mengganggu produktivitas hasil pertanian dan dianggap sebagai salah satu
![Degradasi Lahan Pertanian Ancam Swasembada Pangan Nasional](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/petani-menanam-padi_20160530_162444.jpg)
Ditulis oleh : Eliza Viyantina
TRIBUNNERS - Tingkat lahan kritis di Indonesia terus meningkat dan mengkhawatirkan karena mengganggu produktivitas hasil pertanian dan dianggap sebagai salah satu ancaman utama bagi target swasembada pangan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pada 1992, kurang lebih 18 juta hektar lahan di Indonesia telah mengalami degradasi atau penurunan kualitas lahan.
Pada 2002, luasan tersebut meningkat lebih dari 100 persen menjadi 38,6 juta hektar (BPS, 2002). Padahal, Pemerintah telah menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada Padi, Jagung dan Kedelai pada 2018.
Hal ini diungkap dalam seminar Pemetaan Kualitas Tanah di Indonesia untuk Mendukung Swasembada Pangan Nasional, yang diselenggarakan di Bale Sawala Universitas Padjadjaran Bandung hari ini, Jumat (19/8/2016).
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut adalah Pimpinan Komisi IV DPR-RI Dr Ir H E Herman Khaeron MSi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dr Ir Muhammad Syakir MS, Direktur Pupuk dan Pestisida Dirjen Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian Dr Ir Muhrizal Sarwani MSc, Guru Besar Bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Universitas Padjajaran Prof Dr Ir HE Hidayat Salim MS, dan Direktur Petrokimia Gresik Rahmad Pribadi BBA MPA.
Herman Khaeron, Pimpinan Komisi IV DPR-RI yang juga hadir dalam keynote speech mengutarakan bahwa pemerintah telah menyusun langkah strategis dan kongkrit untuk menyelesaikan permasalahan ini.
"DPR telah mengesahkan sejumlah undang-undang guna mendukung pertanian berkelanjutan dan konservasi tanah dan air di Indonesia. Namun hal ini harus menjadi usaha kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, penyuluh pertanian, hingga petani, juga masyarakat,” ujar Herman.
Undang-Undang tersebut antara lain UU No 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Berbagai kebijakan tersebut diyakini akan menjadi jawaban strategis atas berbagai permasalahan inti kondisi lahan yang kritis.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Muhammad Syakir mengutarakan bahwa sumber daya lahan Indonesia terus menciut akibat konversi dan degradasi yang disebabkan oleh sistem pengelolaan tidak baik.
Berdasarkan perkiraan sementara dengan mempertimbangkan laju konversi lahan, tahun 2045 akan diperlukan tambahan lahan sekitar 14,9 juta ha, terdiri dari 4,9 juta ha sawah, 8,7 juta ha lahan kering, dan 1,2 juta ha lahan rawa.
"Dengan kondisi demikian, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk merealisasikan swasembada pangan, yaitu intensifikasi di lahan pertanian eksisting, perluasan lahan, dan pengendalian konversi lahan pertanian, termasuk perbaikan pemupukan menuju pemupukan berimbang,” ujar Syakir.
Sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional, pemerintah sendiri terus mendorong peningkatan penggunaan pupuk organik dan pupuk majemuk berimbang, serta penyempurnaan data yang berbasis orang dan lahan.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.