Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Seorang Pemimpin Harus Pegang ''Selendang Mukti - Sambung Rasa''

Membaca bambu unik mengungkap makna, apa dan siapa bambu unik “Selendang Mukti – Sambung Rasa”?

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Seorang Pemimpin Harus  Pegang ''Selendang Mukti - Sambung Rasa''
foto: alex palit
Bambu unik Selendang Mukti - Sambung Rasa 

Oleh: Alex Palit

Membaca bambu unik mengungkap makna, apa dan siapa bambu unik “Selendang Mukti – Sambung Rasa”?

Siapa sangka, ternyata di balik keunikan bambu unik yang terbentuk secara alami dan bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia ini memiliki makna filosofi cukup dalam.

Sebagaimana dipaparkan pengaji deling (bambu) Ki Astagina, bahwa bambu unik “Selendang Mukti - Sambung Rasa”, atau ada pula yang menamai “Rantai Bumi” ini sebuah karya alam yang luar biasa, yang terbentuk secara alami sebagai wujud kebesaran alam, bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia.

Selain keunikan, di kalangan pengaji ilmu deling, bambu ini mengandung makna filosofi cukup dalam yang tersirat di balik keunikan bambu tersebut.    

Disebutkan bahwa deling sambung rasa sebagai penggambaran merepresentasikan hubungan dan kebutuhan hidup manusia, baik hubungan antar sesama, hubungan dengan alam, dan hubungan dengan Sanghyang Khaliq.

Dalam “sabdo palon” disebutkan bahwa guna tali sambung rasa ini antara lain untuk menghubungkan antara makhluk satu dengan lainnya saling terkait dalam satu hal untuk menyatukan harmonisasi, apakah itu kasih sayang dan cinta kasih, dan lain sebagainya. Dan deling “Selendang Mukti – Sambung Rasa” ini memiliki jawaban dari semua itu.

Berita Rekomendasi

Lebih dalam lagi Ki Astagina menyebutkan bahwa lewat bambu ini kita diingatkan akan pesan-pesan kasih sayang dan cinta kasih Sang Pecipta tak terhingga pada semua umatnya, dan sebagaimana kita diingatkan pula bahwa udara yang kita hirup sejagad sama tidak membedakan antara miskin dan kaya, antara bangsawan dan rakyat jelata. Tapi ingat bila kita tidak jujur dalam prilaku kelak semuanya itu akan berbalik, sambungnya

Begitu halnya ketika “Selendang Mukti – Sambung Rasa” ini dikaitkan dengan dunia kepemimpinan, fungsinya sudah jelas supaya pemimpin tersebut harus memiliki daya juang dan tangguh memiliki sambung rasa dalam melaksanakan amanah sebagai orang yang “kedunungan wahyu” untuk mempimpin dengan baik dengan menyatukan kekuatan daya dari “wahyu polong”.

Wahyu polong itu sendiri merupakan kekuatan yang masuk pada diri manusianya yang disebut nur, sir, dhat, sifat, dan wujud akan terpancar menjadi bijaksana juga berwibawa dalam kepemimpinannya.

Sedang “kedunungan wahyu” berarti mendapatkan petunjuk untuk kemudian disatukan lewat olah rasa dari ayat nyata yang terjadi dan dialami supaya faham dan mengerti untuk diterapkan kemudian dilaksanakan dalam kepemimpinannya.

Sementara menurut pengaji deling Umi Badriyah, jenis bambu ini sangat tepat sebagai simbol pemimpin. Sambung rasa berarti menyambung rasa pemimpin dengan rakyatnya, juga menyambung menyatukan rasa dengan Sanghyang Khaliq. Inilah pesan yang tersirat dari simbolisasi bambu selendang mukti – sambung rasa.

Seorang pemimpin bila sudah mampu menjabarkan dalam kehidupan, ia akan dikatakan sebagai Ratu Adil. Kalau sudah sambung rasa dengan Sanghyang Khaliq, seorang pemimpin akan takut dosa dan berjiwa adil untuk mewujudkan negeri yang makmur, aman dan sentosa.

Siapapun pemimpin, pastinya kita (baca: harapan rakyat) mendambakan terwujudnya semua itu, yaitu pemimpin ber”Selendang Mukti – Sambung Rasa”, yaitu terwujudnya negeri yang baldatun toyibatun warobun ghofur, negeri yang gemah ripah loh jinawi toto titi tentrem lan raharjo, negeri yang makmur aman sentosa.

Sebagaimana disimbolisasikan pada ruas lilit “Selendang Mukti – Sambung Rasa”, di mana “selendang” (baca: ruas lilit) disimbolkan sebagai jalan pencapaian tujuan menuju “mukti” harapan kebahagiaan lahir batin. Jadi siapapun itu pemimpinnya harus berselendang mukti bagi terwujudnya kebahagiaan lahir batin rakyat yang dipimpinnya, bukan malah sebaliknya. 

Setidaknya dengan membaca ayat atau pesan filosofis yang tersirat bambu unik “Selendang Mukti – Sambung Rasa” ini menjadi pegangan bagi setiap pemimpin, siapapun itu pemimpinnya. Semoga!

* Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen”, admin “Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara” dan galeribambuuniknusantara. blogspot.com

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas