Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Cerita Humor Mukidi Melampaui Meme dan Video Pendek

Cerita-cerita humor Mukidi, konten berbasis teks ternyata mampu bersaing dengan konten seperti foto, meme, video pendek.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Cerita Humor Mukidi Melampaui Meme dan Video Pendek
Koleksi Pribadi Soetantyo Moechlas
Soetantyo Moechlas (kanan), sosok di balik cerita fiksi Mukidi yang jadi viral di media sosial. 

Oleh: Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi 

hariqo-wibawa-satria_20160828_184135.jpg
Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi.

Cerita-cerita humor Mukidi adalah konten berbasis teks yang mampu bersaing dengan konten seperti foto, meme, video pendek yang jauh lebih cepat dicerna ketimbang tulisan. Mengapa?

Jika kita perhatikan sepanjang 2009 hingga 2016 konten tulisan panjang ‘tersingkir’ oleh konten seperti foto, meme, video pendek, yang sifatnya mudah dan cepat dicerna.

Konten paling cepat diproduksi adalah foto dan video kejadian, begitu ‘cekrek’ bisa langsung diunggah ke media sosial atau grup percakapan, mendadak bisa jadi viral bisa juga tidak.

Video keong racun dan meme Bekasi adalah contoh sukses. Berbeda dengan tulisan, termasuk konten yang sulit, butuh imajinasi tinggi, dan gaya penyajian yang pas, untuk begitu menyedot perhatian.

Namun cerita-cerita Mukidi melesat menjadi viral setelah tersebar di berbagai grup layanan pesan instan, media sosial.

Ini membuktikan konten tulisan mampu bersaing di era digital, sekaligus membuktikan masyarakat masih suka membaca tulisan panjang.

Berita Rekomendasi

Tentu saja fenomena cerita humor menjadi kabar gembira dan motivasi bagi para penulis.

Cerita Mukidi yang berbasis teks hadir di tengah dominasi foto, meme, video pendek.

Selera masyarakat tidak berubah, konten yang paling disukai adalah yang lucu dan menghibur. Mukidi sebagai tokoh sentral menjadi kekuatan.

Tak sedikit cerita Mukidi jadi hits, sehingga jika ada cerita baru Mukidi bisa dianggap sama lucunya dengan cerita sebelumnya.

Dari pengalaman Soetantyo Moechlas sebagai penulis cerita humor Mukidi, ada banyak pesan terseli; pertama, konten tulisan akan tetap eksis di dunia digital, tergantung isi konten dan penyajiannya dan seberapa konsisten kita memproduksinya.

Cerita Mukidi sudah lama diproduksi secara konsisten dan baru sekarang populer.

Populernya cerita humor Mukidi sebanding dengan kerja keras penulisnya.

Kedua, dunia konten adalah milik siapa saja yang berani memproduksi, bukan dominasi anak muda. Orang berusia 62 tahun seperti Pak Soetantyo bisa mengalahkan generasi muda yang masih jadi penikmat konten.

Dalam banyak diskusi tentang media baru (new media) yang diadakan Komunikonten, sering dikatakan bahwa generasi yang lahir tahun 90-an sudah kurang tertarik membaca konten-konten berisi tulisan yang panjang, mereka lebih tertarik pada konten sederhana yang cepat dicerna dan spontan membuat orang senyam senyum. Sekali lagi cerita humor Mukidi membuktikan ungkapan itu tidak selalu benar.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah cerita-cerita humor Mukidi bisa diekspor sehingga menjadi instrumen diplomasi mengenalkan budaya Indonesia? Bisa saja, tinggal disesuaikan dengan selera humor penghuni bumi, diterjemahkan ke bahasa dunia.

Bukan hal yang mustahil jika suatu hari nanti saat kita naik pesawat terbang. Tayangan-tayangan “Just For laughs” yang biasa kita tonton berganti dengan Cerita-cerita Mukidi yang lucu dan sarat pesan. Cerita-cerita Mukidi juga bisa divideokan bukan?

Nah, sekarang pilihan ada pada kita, dengan fakta kecepatan akses internet, terjangkaunya harga telepon pintar, kian banyaknya aplikasi media sosial serta grup percakapan, telah memudahkan siapa pun membuat, menyebar konten seperti meme, video, foto, infografis dan tulisan. Kini setiap orang bisa memilih, jadi sekadar penikmat konten, atau sekaligus produsen konten.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas