Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Membincangkan Islam di Indonesia dengan Orientalis Asal Jerman

Bagaimana orientalis Jerman melihat Islam Indonesia? Kenapa partai politik Islam kalah di antara partai konvensional? Berikut isi dialognya.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Membincangkan Islam di Indonesia dengan Orientalis Asal Jerman
Dokumentasi KH Cholil Nafis
KH Cholil Nafis dan istri (dua dari kanan) berfoto bersama Prof. Dr. Fritz Schulz dan Judith, mahasiswi Ph.D yang meneliti tentang pernikahan agama di Indonesia, dengan latar Georg-August-Universität Göttingen, Jerman, Jumat (23/9/2016). DOKUMENTASI KH CHOLIL NAFIS 

Makanya Islam tak perlu menjadi partai dan negara yang penuh pertarungan dan tipu daya. Islam cukup sebagai penerang dan cahaya untuk mengarahkan politik yang bermartabat dan berkeadaban.

Prof. Fritz: Islam Nusantara dari Nahdlatul Ulama dan Islam berkemajuan dari Muhammadiyah apakah mampu menangkal paham radikal di Indonesia?

KH Cholil Nafis: Dua tema itu komitmen dua organisasi Islam besar di Indonesia untuk menegaskan cara ber-Islam yang sesuai ajaran dan kontekstual. Nah, Majelis Ulama Indonesia merangkul kedua tema itu dengan Islam Wasahathiyah. Terma ini ada dalam Alquran dan Hadis yang uga sesuai kebutuhan masyarat dunia khususnya Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Islam Wasathiyah dapat disebut juga Islam moderat. Semua orang dapat menyaksikan kebaikan dan kebenarannya karena dakwah yang disampaikan disesuaikan dengan konteks ruang dan waktu. Ia tak menjelma dalam teks yang kaku an sich, tetapi melebuh dalam konteks masalah yang dihadapi masyarakat. Ini menjawab tantangan zaman sekaligus memberi solusinya.

Prof. Fritz: Pemikiran Islam di indonesia sekarang lebih merata dan dapat didialogkan dengan baik. Sebab para tokoh masyarakat dalam strata yang sama, tidak ada tokoh yang sangat menonjol menguasai massa yang sangat besar.

Baca: Mengapa Perlu Menyebarkan Islam Moderat di Eropa

Di samping itu masyarakat Muslim Indonesia lebih rasional memahami dan meletakkan Islam dalam kerangka interaksi sosial dan konteks hubungan masyarakat dan negara.

Berita Rekomendasi

KH Cholil Nafis: Masyarakat muslim di Indonesia lebih realistis, budaya orang Indonesia yang lebih banyak tenggang rasa dan pengaruh Islam yang diajarkan oleh pesantren sangat kuat di seluruh lapisan masyarakat.

Tak terasa dialog dengan Prof. Fritz berakhir dan berlangsung santai dan penuh keakraban. Seperti biasa, ketika mereka menanggapi tentang Islam pasti memujinya terhadap ajaran Islam. Jika ditanya mengapa tidak memeluk agama Islam? Jawabnya belum mendapat hidayah.

Orang pandai Islam dan meyakini kebenaran ajarannya belum tentu memeluk Islam. Demikian juga orang yang belajar Islam dan mendalam ilmu syariahnya belum tentu taat kepada Allah.

Sebab taufik (kebenaran berpikir) dan hidayah (petunjuk Allah utk membuka hati) semata-mata adalah kewenangan kekuasaan Allah SWT semata.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas