Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kasau: TNI Angkatan Udara Dibangun untuk Menjadi Kekuatan Inti 'National Air Power'
Kebangkitan Korea Selatan, Jepang dan India dari sisi militer dan ekonomi juga semakin mengubah dinamika lingkungan strategis di kawasan.
Editor: Malvyandie Haryadi
PENGIRIM: DISPENAU
TRIBUNNERS - TNI Angkatan Udara dibangun menjadi kekuatan inti “National Air Power”, yang merupakan elemen dari kekuatan nasional.
Elemen nasional sendiri merupakan gabungan dari semua kekuatan yang dimiliki suatu negara, baik sektor politik, industri teknologi, diplomasi maupun ekonomi dan budaya.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Agus Supriatna dalam ceramahnya dihadapan 140 Pasis Dikreg XLIII Sesko TNI TA 2016 di Ksatrian Sesko TNI Bandung. Selasa (29/11). Sesko TNI Dikreg XLIII diikuti 47 Pasia TNI AD, 46 Pasis TNI AL, 43 Pasis TNI AU dan 4 Pasis Polri,serta 6 Pasis Tamu Manca negara.
Dikatakan, setiap upaya memperkuat pertahanan suatu negara tak terpisahkan dari pemahaman mengenai dinamika lingkungan strategis (Lingstra) yang ada, baik pada tataran global, regional maupun nasional.
Kecenderungan global masih sangat kuat terkait proses globalisasi, keamanan energi (Energy Security), kecepatan perubahan dalam kecanggihan teknologi termasuk didalamnya teknologi siber (cybertechnology).
Hal lain yang ada sampai saat ini yaitu masih berkembangnya konflik interstate dan intrastate, terorisme, dan perubahan perimbangan kekuatan dunia.
Kecenderungan utama tersebut membuat lingkungan strategis di dunia semakin kompleks dan ikut mempengaruhi persepsi-persepsi ancaman.
Pada tataran lingkungan strategis regional, hal ini ditandai semakin besarnya persaingan kepentingan antara Amerika Serikat dan Cina di kawasan Asia.
Kebangkitan Korea Selatan, Jepang dan India dari sisi militer dan ekonomi juga semakin mengubah dinamika lingkungan strategis di kawasan.
Disisi lain, ungkap Kasau, Kondisi lingstra di Asia Tenggara masih diwarnai dengan isu stabilitas keamanan dan ekonomi regional, dengan dibukanya ASEAN Economic Community (AEC) telah membawa dinamika yang sangat besar dalam hubungan antar negara di wilayah ini, terutama dalam aspek ekonomi.
Pada isu keamanan, kasus Laut Tiongkok Selatan (LTS) merupakan contoh yang paling nyata bahwa persoalan teritorial di kawasan masih menjadi sumber konflik yang berdampak strategis bagi negara-negara di kawasan.
Untuk itu, perlu adanya pelibatan system pertahanan negara yang terintegrasi satu sama lain dan kerjasama pertahanan yang baik anta stakeholders.
Integrasi pengamanan dan pertahanan ketiga matra harus dilakukan dengan baik, serta kebijakan pemerintah untuk membangun Indonesia menjadi poros maritime dunia mutlak membutuhkan kekuatan udara yang handal, jelas Kasau.
Kemampuan negara untuk melakukan pengembangan teknologi, tidak terlepas dari Revolution in Military Affair. Revolusi ini juga menyebabkan tekanan untuk mentrasformasi doktrin perang agar sesuai dengan teknologi yang dimiliki saat ini.
Dalam membangun pertahanan udara, diperlukan teknologi yang dapat menjamin kedaulatan negara serta kemampuan dalam memberikan penangkalan melaui udara.
Kemampuan teknologi kekuatan udara kedepan harus memiliki lima misi utama yaitu Air and Space Superiority, Intelligence, Surveillance and Reconnaissance, Rapid Global Mobility, Global strike, dan Command and Control.
Lima misi utama tersebut merupakan gabungan dari kemajuan teknologi sekaligus strategi kekuatan udara yang dapat menjadi kekuatan handal.
Untuk itu diperlukan kekuatan udara yang meliputi pengembangan teknologi yang dapat mendukung kekuatan udara tersebut meliputi Unhabited Air Vehicle (UAV), Air and Spaceborne Radar System, Air Defence Radar, Aerospace Power and Information Warfare, dan Satellite, ujar Kasau.