Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pesan Terpenting dari Aksi Damai 212
Kita seluruh warga bangsa dibuat kagum dan simpatik atas kehadiran jutaan umat yang yang membawa suara damai itu.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Haedar Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah
TRIBUNNEWS.COM - Aksi jutaan umat Islam dalam wujud dzikir dan shalat Jum'at yang populer disebut "Aksi Superdamai 212" di silang Monas Jakarta dan sekitarnya pada 2 Desember 2016 sungguh menggugah kesadaran tertinggi dalam kehidupan kebangsaan di republik ini.
Kita seluruh warga bangsa dibuat kagum dan simpatik atas kehadiran jutaan umat yang yang membawa suara damai itu.
Aksi 212 tersebut patut diapresiasi tinggi, karena menunjukkan kematangan sikap dan keluhuran budi umat Islam Indonesia. Kepolisian dan TNI serta seluruh aparat keamanan juga layak memperoleh penghargaan karena mampu mengawal jalannya aksi secara damai dan tertib. Warga masyarakat Jakarta yang tidak ikut aksi pun menunjukkan kedewasaan dan toleransi tinggi.
Terdapat sejumlah pesan sangat penting dari aksi damai 212 itu. Pertama, aksi itu ditunjukkan dengan aktivitas spiritual dalam wujud dzikir, tausyiyah, dan puncaknya shalat Jum'at berjamaah.
Aksi seluruh komponen umat Islam dari Jakarta dan sekitarnya serta berbagai pelosok tanah air sangat simpatik, sejuk, tertib, dan ramah.
Gelora damai sangat terasa, bukan hanya dari sikap peserta aksi yang tampak sejuk dan menyebarkan sikap bersahabat, bahkan tidak ada satu helai tumbuhanpun yang terganggu.
Artinya aksi 212 tersebut semakim memperkuat dan membuktikan kepada publik, bahwa umat Islam Indonesia memberi contoh membawa misi damai dalam kata dan tindakan.
Sekaligus menjadi pesan ke publik, tudingan umat Islam garang dan suka menimbulkan keributan, apalagi jika sering dikaitkan dengan teror, sangatlah tidak tepat. Tudingan tersebut tentu hanya stigma negatif kepada umat Islam.
Kedua, keberhasilan aksi damai 212 ini bukan hanya milik umat Islam, tetapi milik bangsa secara keseluruhan. Jika kasus penistaan agama itu nanti berujung pada hukuman yang setimpal sebagaimana tuntutan utama aksi damai, maka yang diuntungkan sesungguhnya seluruh umat beragama dan warga bangsa.
Bahwa tidak boleh siapapun berkata dan berbuat sekehendaknya di negeri ini yang menodai agama dan melukai hati umat beragama.
Ini kemenangan bangsa Indonesia! Aksi 212 itu sesungguhnya untuk menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Kebhinekaan. Maka tidak heran manakala warga masyarakat yang tidak ikut aksi pun menunjukkan simpatinya.
Mereka dewasa dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Meski ada ruang publik yang terpakai, warga toleran dan memahami. Mereka sama sekali tidak merasa takut.
Ketiga, pesan moral kepada aparat penegak hukum. Bahwa meski aksi yang melibatkan jutaan orang itu dilakukan dalam aktivitas ruhaniah, sesungguhnya menyuarakan tuntuan moral tinggi untuk tegaknya hukum seadil-adilnya dan setimpal atas kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaya Purnama alias Pak Ahok. Mereka menuntut keadilan tanpa pandang bulu, bukan yang lain.