Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Penolong yang Terjerat
Memperhatikan kinerja perekonomian tahun 2016, saya tidak terkesima juga tidak berdecak kagum.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Dr Ichsanuddin Noorsy BSc., SH., MSi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Memperhatikan kinerja perekonomian tahun 2016, saya tidak terkesima juga tidak berdecak kagum.
Soal capaian pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan harga minyak mentah tak lebih seperti yang saya sampaikan di Komisi XI DPR-RI bersama tiga ekonom nasional lainnya.
Saat itu saya menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi 5 plus minus 0,2 persen, harga minyak mentah berkisar 45 plus minus 5 dolar AS per barel dan nilai tukar per 1 dolar AS adalah Rp13.500 plus minus Rp500.
Prediksi merujuk industri minyak AS tidak akan mau menderita terlalu lama karena rendahnya harga minyak. Lagi ekspansi moneter Fed tidak akan terus dilakukan karena akan menguras cadangan emas mereka.
Bagaimana perekonomian tahun 2017 ? Suka atau tidak, AS masih memimpin perekonomian dunia yang dikuntit oleh kekuatan RRC. Posisi ini menggambarkan perang kapitalisme korporasi melawan kapitalisme negara melalui BUMN terus berlanjut.
Dalam kondisi yang demikian tidak ada negara yang tidak mengamankan kepentingannya sendiri. Trump, walau dipandang kontroversial karena imperium bisnisnya.
Melakukan perlindungan domestik AS dengan melanjutkan perang dagang, nilai tukar dan bahkan mengintensifkan nuklir dan batu bara, suatu kebijakan enerji yang nyaris disingkirkan Partai Demokrat.
Trump memberi lapangan kerja dan melindungi pasar domestik sambil melakukan pemangkasan pajak bagi orang kaya. Bagi pebisnis seperti Trump yang akan dilantik menjadi Presiden AS ke 45, tesa lama tetap berlaku:.
Mesin utama perekonomian adalah enerji, industri militer, pangan, dan keuangan yang akan membuka lapangan kerja. Bagi RRC, hal yang sama juga dilakukan.
Bedanya, setiap investasi RRC berarti perluasan pembukaan lapangan kerja. Dalam bahasa yang lain, investasi AS ke negara lain (termasuk pemberian utang luar negeri) adalah intervensi dan invasi dengan cara yang halus baik dalam lingkup bilateral maupun multilateral.
Sementara bagi RRC, cara itu lebih kasar dan dalam lingkup bilateral. Ini berarti pertumbuhan ekonomi global tetap akan melambat karena mesinnya berjalan tersendat.
Dalam posisi Indonesia sebagai teras belakang globalisasi, tidak ada jaminan bahwa perekonomian akan membaik.
Apalagi JP Morgan memvonis posisi surat utang RI menurun dua level, dari overweight ke underweight.
Artinya, risiko investasi keuangan Indonesia meningkat karena situasi sosial, politik dan hukum. Maka ancaman nilai tukar rupiah meloyo ada di depan mata.