Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kontroversi Kicauan Fahri: Babu dan Bukan Babu
Sentilan Fahri Hamzah di Twitter tentu seperti menyentil kita semua. Sebagian marah dan memgecam.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNERS - Kicauan Fahri Hamzah di tweeter seperti menyentil kita semua. Sebagian marah dan mengecam.
Tapi, mari kita lihat arti kata Babu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: orang yang bekerja sebagai PEMBANTU dalam rumah.
Ada babu cuci, babu masak dan sebagainya.upah terserah yang memberi, jam kerja juga terserah majikan, Tawar-tawaran pun tidak dijamin norma hukum, jadi kalau dilanggar pun tak ada sanksi bagi yang melanggar, bisa diberhentikan kapan saja, tanpa pesangon. Ada majikan yang baik, itu untung-untungan, bukan karena ada perlindungan hukum yang memperlihatkan kehadiran negara.
Memang ada konotasi yang terkesan kasar dari kata babu.
Tapi itulah kenyataannya, hidup jadi begitu kasar dan keras bagi mereka yang jadi babu dan diperlakukan sebagai babu, bukan pekerja.
Saya kira sudah saatnya kita tidak terjebak "eufemisme", menghalus-haluskan kata untuk kondisi yang berkebalikan. Menggunakan kata-kata yang sopan untuk menutupi ketidakadilan yang terjadi.
Selama belum diakui sebagai
Pekerja formal yaa istilah yang tepat memang babu alias pembantu. Nasib tragispun bagi "babu" (maaf bukan bermaksud menghina) terjadi di dalam negeri, klik saja di Mbah Google:"Kekerasan terhadap pembantu". Pasti langsung keluar rentetan cerita tragis.
Babu alias PEMBANTU rumah tanggal beda arti dengan PEKERJA rumah tangga. Kalau pembantu yang bantu-bantu di rumah dalam KBBI ya disebutnya memang babu.
Sementara kalau Pekerja Rumah Tangga, harus jelas jenjang pendidikan sebagai pekerja, perjanjian dan kontrak kerja jelas, ada kewajiban sebagai Pekerja yang harus dipenuhi pekerja dan ada hak-hak sebagai Pekerja yang wajib dipenuhi pemberi kerja, seperti upah , one day off, Jaminan sosial dsb
Barangkali yang di Hong Kong cukup baik nasibnya. Karena sistema hukumnya cukup baik melindungi TKI yang berprofesi sebagai PEKERJA rumah tangga.
Tapi, coba lihat di negara lain, terutama Timur Tengah dan Malaysia.
Kita tidak bisa menyalahkan negara Penerima TKI, tetapi saatnya kita berjuang bersama memperbaiki sistem hukum yang melindungi TKI. Tidak perlu saling menghujat dan menyalahkan. Kita sama-sama rumuskan yang terbaik, agar negara Penerima TKI pun "tidak main-main" terhadap Pekerja dari Indonesia.
Kalau berjuang bersama pasti perjuangan akan lebih cepat tercapai untuk:
1. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, agar di dalam negeri pun professi yang sama mendapatkan kepastian Perlindungan hukum sebagai pekerja, bukan sebagai babu yang tanpa kejelasan status kerja dan hak-hak pekerja
2. Sahkan Revisi UU Yang mengatur TKI dan harus sejalan dengan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan keluarganya yang telah dirativikasi Indonesia
3. Bongkar perdagangan manusia berkedok pengiriman TKI, agar TKI kita tidak diperlakukan sebagai babu atau bagian budak, tangkap dan adili siapa pun pelaku yang terlibat, kalau ada pejabat yang terlibat pun harus dicopot dari jabatannya dan mendapat sanksi pidana
Saya dukung penuh Presiden Jokowi untuk terwujudnya Tiga poin di atas!
Pengirim: Rieke Diah Pitaloka
Timwas TKI DPR RI