Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Fadli Zon Jangan Mencoba Menggurui dan Intervensi Kekuasaan Pemerintah
Tidak boleh ada privilege terhadap sosok tertentu dalam penegakan hukum, karena hukum sudah menggaransi bagi semua orang untuk sama di hadapan hukum.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Petrus Selestinus
Koordinator TPDI dan Advokat Peradi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kepada Presiden Jokowi untuk menghentikan proses hukum atau pemeriksaan terhadap Bachtiar Nasir dan M. Lufti Hakim selaku Ketua dan Bendahara GMPF-MUI yang saat ini perkaranya sedang diproses oleh Bareskrim Polri dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dan penghentian terhadap penyidikan kasus pidana Munarman di Polda Bali, merupakan bentuk penyalahgunaan lembaga DPR RI oleh pimpinan DPR RI, karena mencoba mengintervensi jalannya proses hukum dengan mencoba menggunakan kekuasaan Presiden Jokowi untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan di Bareskrim Polri dan Polda Bali.
Cara-cara penggunaan kekuasaan di luar prosedure hukum sebagaimana dicoba dilakukan oleh Fadli Zon seharusnya tidak perlu terjadi, jika Fadli Zon bisa membedakan mana tugasnya sebagai Wakil Ketua DPR dan mana tugas yang seharusnya menjadi domain Komisi III DPR RI dalam melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan tugas Penegakan Hukum oleh Polri sebagai mitra kerja Komisi III DPR.
Fadli Zon selaku Wakil Ketua DPR RI seharusnya mendorong dan memberikan suasana yang kondusif kepada Polri untuk bekerja secara profesional menegakan hukum, mewujudkan fungsi Polri sebagai palayan masyarakat dan fungsi Polri menciptakan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.
Oleh karena itu permintaan Fadli Zon dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPR RI kepada Presiden Jokowi, jelas sebagai upaya Fadli Zon untuk menutup jalan atau setidak-tidaknya menghambat upaya Polri merespons tuntutan rasa keadilan publik yaitu meminta Polri harus melakukan penegakan hukum terhadap siapapun yang diduga melakukan tindak pidana tanpa membeda-bedakan orang dengan melihat peran dan status sosial seseorang dalam masyarakat.
Tidak boleh ada privilege terhadap sosok tertentu dalam penegakan hukum, karena hukum sudah menggaransi bagi semua orang untuk sama di hadapan hukum.
Fadli Zon tidak perlu menebar budaya mengintervensi kekuasaan pihak lain dengan mencoba menggunakan kekuasaan Presiden Jokowi dalam soal Penegakan Hukum, begitu pula Fadli Zon juga tidak boleh mengintervensi kekuasaan Pimpinan Polri dalam melaksanakan tugas Penegakan Hukum, karena dalam kasus-kasus yang diminta untuk dihentikan penyidikannya itu, Polri sudah on the track apalagi dalam menjalankan tugasnya sudah ada Hukum Acara Pidana dan SOP yang mengatur dan memandu pelaksanaan tugas Penyelidik dan Penyidik.
Karena itu bila ada pelanggaran hukum yang merugikan hak-hal konstitusional seseorang yang diperiksa, maka ada mekanisme hukum untuk menghentikan sebuah proses hukum yang tidak sesuai, yang tidak cukup bukti atau yang cukup bukti tetapi peristiwa yang terjadi bukanlah peristiwa pidana, seperti melalui permintaan SP3 ke Penyidik, Gugatan Praperadilan dan Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum/PMH.
Dengan demikian Surat Fadli Zon selaku Wakil Ketua DPR RI kepada Presiden Jokowi yang meminta agar Presiden RI memberhentikan sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta dan menghentikan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polri terhadap sejumlah ulama adalah permintaan yang salah alamat dan sekaligus sebagai tuduhan yang sangat keji dan tanpa dasar.
Apa lagi dalam waktu yang hampir bersamaan sudah ada proses politik di DPR berupa penggunaan Hak Angket oleh Fraksi Partai Gerindra dan PKS di DPR terhadap Pemerintah, Cq. Menteri Dalam Negri terkait status Ahok kembali aktif menjalankan tugas sebagai Gubernur dan proses hukum berupa gugatan dari masyarakat terhadap Menteri Dalam Negeri ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan tuntutan agar Pengadilan Tata Usaha Negara Perintahkan Menteri Dalam Negeri segera memberhentikan sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta.
Sikap overlapping tuntutan yang sedang berkembang tanpa arah yang jelas, menunjukan adanya anomali dan disorientasi berpikir, sehingga munculah sikap dan perilaku tidak proporsional dalam bertindak.