Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menutup Telegram Kebijakan Tak Mau Repot
Deradikalisasi dengan cara menutup aplikasi Telegram adalah kebijakan yang tak mau repot.
Editor: Y Gustaman
Oleh: Cholil Nafis, Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam Univesitas Indonesia
TRIBUNNEWS.COM - Saya pengguna aplikasi Telegram meskipun tak seaktif penggunaan WhatsApp, Facebook dan Tweeter. Namun di Telegram saya ada group yang hanya membagi kitab-kitab dalam format PDF saja yang sangat berharga bagi saya. Juga ada teman saya yang hanya mau berkomunikasi dengan Telegram. Maka kabar diblokirnya Telegram bagi saya: menyakitkan.
Saya termasuk narasumber program deradikalisasi dan kontra terorisme dari BNPT sehingga sangat setuju untuk mengantisipasi terjadinya propaganda terorisme. Namun deradikalisasi dengan cara menutup aplikasi Telegram adalah langkah yang salah dan kebijakan yang tak mau repot.
Itu sama saja dengan membakar lumbung padi karema di dalamnya ada tikus atau menutup kementerian bahkan perguruan tinggi karena di dalamnya ada korupsi.
Saya bukan ahli teknologi informasi, tapi saya dengar dari para ahli bahwa pemilik akun Telegram bisa ditelusuri.
Pertanyaannya, mangapa Pemerintah tak memblokir pemilik akun Telegram yang memuat konten radikalisme saja dan tak perlu memblokir aplikasinya sehingga tak merugikan orang banyak.
Kalau alasannya aplikasi Telegram ditutup karena digunakan oleh kelompok radikalis dan teroris maka Facebook, WhatsApp, Tweeter, Youtube, dan seluruh jaringan internet harus diblokir. Bahkan juga penerbitan dan percetakan bisa diblokir karena memuat konten radikalisme. Nah, lebih bahaya lagi kalau nanti pabrik panci harus ditutup karean dipakai oleh teroris seperti bom di Bandung hehe.
Paham itu kalau ditekan malah tambah membesar, apalagi paham keagamaan jika selalu ditekan malah menggunung. Begitu pengamatan pada sejarah perjuangan yang didasarkan pada keyakinan agama.
Pemerintah lebih bijak manakala yang ditutup adalah akun yang menyebarkan paham yang membahayakan NKRI dan pemerintah menyediakan ahli dan mendorongnya aktif menangkal dan melawah paham radikalisme dengan argumentasi dan uraian yang memadai dan mencerahkan.