Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ari Yusnita Dukung UU Konvensi Minimata Mengenai Merkuri
RUU Pengesahan Konvensi Minamata telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Rabu, (13/9/2017) melalui rapat paripurna di DPR, Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RUU Pengesahan Konvensi Minamata telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Rabu, (13/9/2017) melalui rapat paripurna di DPR, Jakarta.
Anggota Komisi VII DPR RI asal Kaltim - Kaltara Ari Yusnita menyambut baik disahkannya UU tersebut. Menurutnya, UU ini akan memberikan dampak positif dalam berbagai hal, terutama di bidang kesehatan dan lingkungan hidup.
Menurutnya, konvensi ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri maupun senyawa merkuri yang bersifat antropogenik.
Baca: Kuasa Hukum Ungkap Tiga Postingan Asma Dewi Sehingga Ditangkap
Konvensi ini mengatur pengadaan serta perdagangan merkuri dan senyawa merkuri, termasuk di dalamnya pertambangan merkuri, penggunaannya di dalam produk dan proses industri, hingga pengelolaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
UU ini juga bertujuan untuk mengendalikan banyak terkait merkuri, seperti emisi dan lepasan merkuri dari industri ke udara, air dan tanah, penyimpanan stok merkuri dan senyawa merkuri sebagai bahan baku atau tambahan produksi, pengelolaan limbah merkuri dan bahan terkontaminasi merkuri, serta kerjasama internasional dalam pengelolaan bantuan teknis, pendanaan dan pertukaran informasi.
“Dengan menimbang dan memperhatikan persoalan, sebagai anggota Komisi VII dari Fraksi NasDem yang juga berlatar belakang dokter, saya mendukung pengesahan rencana hasil tersebut menjadi undang-undang. Adanya Undang-Undang merkuri ini juga diharapkan dapat memperhatikan batasan-batasan penggunaan dan pelarangan penggunaan merkuri karena ternyata merkuri juga berguna dalam berbagai alat medis maupun peralatan pertukangan,” ujarnya, Rabu (13/9/2017).
Baca: Kebakaran Tewaskan 25 Santri dan Guru, Ini Rekaman Videonya
Merkuri atau biasa disebut juga airaksa (Hg) merupakan golongan logam berat yang jika digunakan dalam proses penambangan emas secara terus menerus akan berakibat pada tingginya kosentrasi merkuri dalam air tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan.
Kandungan methyl, apabila terkonsumsi oleh manusia, akan terjadi penumpukan dalam organ tubuh dan secara lambat laun akan menimbulkan berbagai masalah dengan kesehatan manusia, seperti kerusakan permanen pada hati, otak dan ginjal yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.
Dampak pada lingkungan, merkuri bisa menyebabkan menurunnya hasil panen pertanian, rusaknya ekosistem perairan dan berbagai dampak lingkungan lainnya.
"Oleh karena itu, dengan berbagai skema dan kampanye ke masyarakat luas, penggunaan merkuri pada tambang liar harus dihentikan," tandas Ari.
Indonesia dan masyarakat dunia harus mengambil pelajaran dari sebuah tragedi di tahun 1960-an di sekitar Minamata, Jepang, akibat pencemaran merkuri di Teluk Minamata dalam skala yang besar oleh sebuah perusahaan kimia.
Akibat dari pencemaran tersebut ikan-ikan di perairan bahkan burung-burung tercemar yang kemudian mengontaminasi manusia. Tragedi tersebut telah menyebabkan 900 orang meninggal serta 2.265 orang menderita karena kontaminasi tersebut.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menjelaskan, pelarangan penggunaan merkuri sejalan dengan tujuan bernegara. Hal tersebut disampaikannya saat rapat bersama Komisi VII DPR RI mengenai ratifikasi konvensi minamata, di mana merkuri digunakan untuk penambangan emas di Indonesia.
Menurut Siti, pencemaran merkuri ini telah dinyatakan sebagai masalah yang besar sehingga dibutuhkanya aksi dan komitmen nyata daripada negara-negara yang telah menandatangani konvensi minamata.
“Secara sosiologis, pencemaran merkuri telah dinyatakan sebagai masalah internasional, sehingga dibutuhkan komitmen dan aksi nyata semua negara, termasuk Indonesia, untuk menurunkan risiko merkuri terhadap kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan," kata Siti.