Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Doli Kurnia: Tidak Ada Alasan Bagi Cepi Iskandar Kecuali Menolak Gugatan Setya Novanto.

Sebenarnya dari pandangan awam, pra peradilan ini kan untuk menentukan apakah status tersangka seseorang bisa dibenarkan atau tidak.

Editor: Ferdinand Waskita
zoom-in Doli Kurnia: Tidak Ada Alasan Bagi Cepi Iskandar Kecuali Menolak Gugatan Setya Novanto.
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG), Ahmad Doli Kurnia. 

Ditulis oleh: Ahmad Doli Kurnia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Tentu kita semua berharap Cepi Iskandar sebagai Hakim tunggal dapat memutuskan dengan seadil-adilnya secara independen.

Walaupun kita melihat banyak sekali kejanggalan yang terjadi selama persidangan itu berjalan.

Walaupun ICW menyebut ada enam, tapi menurut saya setidaknya ada tiga; pertama, diabaikannya dua permohonan intervensi; kedua, pengambilan putusan menolak eksepsi KPK yang didahului dengan konsultasi ke Ketua PN; ketiga, ditolaknya permohonan KPK untuk mendengarkan bukti rekaman di persidangan. 

Sebenarnya dari pandangan awam, pra peradilan ini kan untuk menentukan apakah status tersangka seseorang bisa dibenarkan atau tidak.

Dan seperti yang kita ketahui, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka cukup dengan dua alat bukti.

Selama persidangan berlangsung, KPK sudah memberikan sekurangnya 193 alat bukti yang dibawa dengan puluhan kardus.

Berita Rekomendasi

Seperti keyakinan saya sejak awal, KPK tentu tidak sembarangan atau tidak main-main dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. 

Jadi dengan banyaknya bukti-bukti yang disampaikan KPK itu, sesungguhnya tidak ada alasan lagi bagi Cepi Iskandar kecuali menolak gugatan Setyanovanto.

Namun cerita itu bisa jadi lain, karena sejak awal publik, terutama saya dan kawan-kawan GMPG mendapatkan informasi bahwa pra peradilan ini akan dijadikan wahana untuk meloloskan Setyanovanto dari jeratan hukum, mengikuti jejak para pejabat tinggi lainnya yang memang lolos sebelumnya.

Indikasi itu setidaknya juga ada tiga; pertama, dugaan pertemuan khusus antara Setyanovanto dan Ketua Mahkamah Agung di Surabaya pada 22 Juli 2017.

Kedua, seperti yang juga pernah kami sampaikan bahwa ada anggota DPR yang berani mengajak anggota DPR lainnya taruhan puluhan milyar karena yakin Setyanovanto menang di pra peradilan.

Ketiga, adanya beberapa pejabat pemerintah dan elite partai politik yang mengatakan bahwa Setyanovanto akan menang di pra peradilan.

Contoh yang terbaru, beberapa hari lalu saya dimintai konfirmasi oleh pak Akbar Tandjung setelah beliau mendapat informasi dari Prof. Machfud MD yang mengatakan bahwa menurut pak Zulkifli Hasan, Setyanovanto akan menang di pra peradilan karena 90% semua sudah diatur. 

Bila kita kaitkan dengan berbagai kejanggalan yang terjadi selama persidangan pra peradilan itu, dan kalau hari ini Hakim menerima gugatan, memenangkan, dan meloloskan Setyanovanto, berarti informasi-informasi dan dugaan di atas bukanlah isapan jempol.

Berjalannya skenario konspirasi politik dan ekonomi seperti yang pernah kami sampaikan memang terjadi adanya.

Wajar bila kawan-kawan media pun sudah mendapat prediksi bahwa KPK akan kalah.

Kalau memang itu benar-benar terjadi, itu adalah sebuah tragedi dan bencana bagi gerakan pemberantasan korupsi.

Itu adalah bencana bagi penegakan hukum di Indonesia. Itu adalah pelecehan bagi Indonesia yang disebut sebagai Negara Hukum.

Jadi di Republik tercinta ini, hukum bisa dibeli, dipermainkan, dan dikangkangi oleh kepentingan politik. Bayangkan, sebuah putusan peradilan sudah bisa ditentukan dan diketahui sebelum putusan dilakukan di dalam ruang sidang.

Sidang-sidang di pra peradilan itu berarti cuma sandiwara saja.

Dan sekali lagi, kalau memang itu benar terjadi, Cepi Iskandar bisa kita nobatkan sebagai simbol matinya hukum dan keadilan di Indonesia. 

Tentu ini aib buat bangsa Indonesia dan pemerintahan Jokowi. 

Artikel ini ditulis oleh: Koordinator Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas