Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Anies Baswedan Harus Mencabut Kata 'Pribumi' dan Minta Maaf kepada Warga DKI

Kata-kata dan kalimat pidato Anies Baswedan berbau sangat rasis dan berpotensi memapankan sentimen SARA.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Anies Baswedan Harus Mencabut Kata 'Pribumi' dan Minta Maaf kepada Warga DKI
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno (kiri) berjalan saat akan menjalani serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Senin (16/10/2017). Anies-Sandi resmi menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. 

FORUM Advokat Pengawal Pancasila/FAPP sangat menyayangkan penggunaan kata pribumi dalam pidato perdana Anies Baswedan saat acara pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017-2022, terlebih-lebih karena pidato itu disampaikan di hadapan ribuan pendukungnya.

Dalam isi pidatonya itu Anies Baswedan mengangkat isu perjuangan pribumi melawan kolonialisme, yang menurut Anies Baswedan semua warga pribumi harus mendapatkan kesejahteraan.

"Bahwa dahulu semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini kita merdeka dan saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri".

Kata-kata dan kalimat pidato Anies Baswedan berbau sangat rasis dan berpotensi memapankan sentimen SARA yang selama pilkada DKI Jakarta muncul secara masif dalam berbagai bentuk bahkan sempat memakan korban.

Telah menimbulkan kecurigaan publik bahwa Anies Baswedan akan membangun kota dan Warga Jakarta dalam semangat dan sentiman SARA, karena menghadapkan Warga Jakarta dalam perlakuan yang tidak sama yang sesungguhnya dilarang oleh UU.

Baca: Mantan Anggota Satpol PP Jual Istrinya Berkali-kali dengan Tarif Rp 250 Ribu Sekali Kencan

Penggunaan kata pribumi dalam konteks Anies Baswedan sebagai seorang Gubernur di Jakarta dengan warganya yang multi etnis, sangat tidak layak dan dapat dikulaifisir sebagai melanggar hukum karena diucapkan saat mengawali tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta yang seharusnya menjaga persatuan.

Berita Rekomendasi

Penggunaan kata pribumi dalam pidato Anies Baswedan bermakna ingin memposisikan dirinya dan kelompok pendukungnya adalah pribumi yang harus didahulukan atau diutamakan dalam pembangunan dan kelompok lain sebagai nonpribumi dinomorduakan.

Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan serta hak-hak yang sama bagi semua warga negara akan dikesampingkan demi pribumi yang lebih berhak.

Dengan demikin, meskipun dalam keseluruhan pidato Anies Baswedan terdapat ajakan untuk bersama-sama bergotong royong membangun Jakarta sebagai milik kita semua, akan tetapi dengan menggunakan kata pribumi, nampak Anies hendak membangun basis manusia di Jakarta berdasarkan kelas, memposisikan dirinya sebagai kelas pribumi yang akan menegakan hak-hak pribumi yang selama 72 tahun merdeka tidak terwujudkan.

Ini memang sebuah ketidakjujuran dan ketidakikhlasan Anies Baswedan terhadap kelompok masyarakat yang di mata Anies Baswedan termasuk kategori nonpribumi.

Padahal dalam pidatonya itu Anies menegaskan bahwa dirinya sudah menjadi Gubernur bagi semua, termasuk mereka yang tidak memilihnya.

Baca: Ketua KPK Hadiri Penyerahan Aset Rumah Koruptor Djoko Susilo kepada Pemkot Solo

Anies Baswedan lupa bahwa pasal 26 UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis bahkan Inpres No. 26 Tahun 1998 dari Presiden Habibie tanggal 16 September 1998 sesungguhnya telah melarang, menghapus penggunaan nomenklatur pribumi dan nonpribumi yang sangat diskriminatif pada suku, ras dan agama seseorang dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Ini sebuah langkah mundur dan sekaligus sebuah kesombongan atau keangkuhan pribadi yang akan menimbulkan anomali dalam pemerintahan Anies Baswedan selama 5 tahun berjalan ke depan, karena sebagai Gubernur DKI Jakarta Anies seharusnya mendasarkan pidatonya itu dalam konteks kondisi riil Ibukota Jakarta yang belum tuntas soal radikalisme, soal SAR dll yang selama pilkada muncul tanpa ada yang bisa mengendalikan.

Padahal dengan merujuk pada konsiderans dan isi dari pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2008, Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan pasal 26 UUD 1945 serta Inpres No. 26 Tahun 1998, mestinya Anies Baswedan tidak boleh menggunakan istilah pribumi dalah konteks kebijakan untuk memberikan kesejahteraan kepada pribumi untuk menjadi tuan rumah bagi negerinya sendiri.

Oleh karena itu FAPP mendesak Anies Baswedan dalam kapasitas sebagai apapun terlebih-lebih sebagai Gubernur DKI Jakarta yang baru dilantik untuk segera "meminta maaf kepada seluruh warga negara penduduk DKI Jakarta dan mencabut kata-kata atau kalimat dalam pidato perdananya ketika pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Sepanjang menyangkut kata "pribumi" dalam konteks pelayanan publik, dimana posisi Anies Baswedan adalah Gubernur DKI Jakarta bagi seluruh warga negara dan penduduk DKI Jakarta dituntut untuk berlaku adil terhadap setiap warga negaranya yang menjadi penduduk DKI Jakarta yang memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa kecuali.

Penulis:
Petrus Selestinus
Ketua Tim Task Force FAPP dan Koordinatir TPDI

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas