Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
UKI Bertransformasi Hadapi Perkembangan Era Digital
Metode pengajaran diubah menjadi partisipatif dengan dukungan multimedia melalui diskusi-diskusi yang lebih menarik.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNERS - Sepanjang tahun ini terlihat fenomena yang mengejutkan, dimana beberapa industri ritel besar di tanah air mulai menghentikan operasionalnya.
Banyak mall-mall dan pertokoan yang tutup atau kekurangan pelanggan.
Mulai dari 7-Eleven, PT Matahari Department Store, sampai Lotus Department Store dan Debenhams ditutup.
Fenomena ini, bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi banyak negara juga mengalaminya.
Amerika sudah mengalami sejak tahun 2016, dimana sekitar seratusan bisns ritel terkenalnya, seperti J.C. Penney,RadioShack, Macy's, Polo, serta banyak yang lainnya, menutup toko-toko mereka.
Social Research & Monitoring soclab.co, mengeluarkan data bahwa pada tahun 2015 pengguna internet Indonesia telah mencapai 93,4 juta, dimana 77% diantaranya menggunakan untuk mencari informasi produk dan belanja online.
Di tahun 2016, pengguna toko online mencapai 8,7 juta orang dengan nilai transaksi sampai 4,89 miliar dolar AS. Para pekerja usia produktif, terutama anak-anak muda atau yang kini disebut generasi milenial, memiliki gaya hidup yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Generasi melenial lebih suka menggunakan uang untuk ke kafe, travelling dan menikmati berbagai hobi. Kini, generasi millennial global lebih memilih berbelanja di toko-toko khusus, terutama online.
Ratusan mall di Amerika bertutupan karena agresifnya Amazon sebagai pemain e-commerce terbesar di Amerika dan dunia. Alibaba menjadi raksasa yang semakin besar saja di China. Hal ini mulai terjadi juga di Indonesia.
Ratusan ribu pembeli barang sudah migrasi ke dunia maya. Walaupun data menunjukkan bahwa total penjualan retail konvensional sekitar 4500 triliun rupiah, sementara total penjualan retail dari online tahun lalu diperkirakan masih hanya sekitar Rp 65 triliun saja.
Namun potensi pertumbuhan penjualan retail online semakin meningkat, dengan ledakan yang semakin inovatif secara eksponensial. Memang belum ada 2%-nya dari seluruh total penjualan di Indonesia, berbeda dengan China sudah mencapai 20% dari total perdagangannya.
Misalnya, jika penjualan online naik menjadi 10%, maka terdapat perdagangan dengan nilai triliunan rupiah yang akan dapat diraih.
Hal inilah yang membuat gerai offline akan semakin banyak yang berjatuhan. Di sisi lain, tumbuh ribuan gerai baru di toko-toko online, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, Elevania, BliBli, MatahariMall.com (Lippo), dan lainnya.
Seiring juga peningkatan bisnis pengantaran barang/orang dengan platform online, yang saat ini digawangi oleh Uber, Gojek, Grab, dan lain-lain.
Pergeseran perilaku dan gaya hidup ini dipicu oleh cepatnya gelombang ekonomi digital yang mengganggu (disrupt) bisnis-bisnis konvensional.
Kehadiran berbagai e-commerce dari bisnis digital ini memang memberikan banyak kelebihan, seperti harga yang kompetitif, lebih efektif dan efisien karena tak perlu menguras energi, waktu dan biaya lainnya.
Perkembangan masif ini memberikan ruang yang besar untuk bertumbuh. Ini merupakan peluang dan suatu keniscayaan.
Saatnya untuk menjemput dan bukan hanya sebagai penonton pasif. Akan ada banyak lapangan kerja dan juga peluang usaha yang terbuka.
Karena itu setiap orang perlu mengembangkan keahlian bisnis yang sudah harus bertransformasi menuju digital.
Profesi-profesi yang terkait dengan digital bisnis akan sangat berkembang di masa depan, seperti bidang manajemen bisnis digital (digitalized business), digitalized marketing, digitalized industry, digitalized supply chain, digitalized design, digitalized tourism, programmer, social media spesialist, dan banyak profesi lain yang akan muncul dengan kemampuan dalam membuat model-model bisnis yang baru.
Universitas Kristen Indonesia (UKI), sebagai universitas swasta tertua di Indonesia, lahir tahun 1953, sedang berbenah untuk menghadapi itu semua.
Mahasiswa UKI berasal dari sabang sampai merauke tanpa memandang apapun, memiliki rasa nasionalisme tinggi dalam berbangsa dan bernegara, bertanggung-jawab, dan disiplin, untuk melayani, bukan dilayani.
Dengan jumlah alumni sekitar 50.000 orang lulusan yang tersebar secara global dan nasional, berkarier sebagai pemimpin-pemimpin bisnis utama, dan menduduki berbagai jabatan pemerintahan di tingkat puncak, UKI menangkap adanya suatu peluang untuk melakukan transformasi menuju ekonomi baru.
Ini bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. UKI, Dr.Posma Hutasoit melihat pentingnya transformasi di dalam universitas dilakukan, baik transformasi kurikulum, proses belajar mengajar, sampai penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Transformasi dilakukan oleh semua unit di dalam universitas dengan melakukan kolaborasi secara bersama-sama yang dimulai dari dalam. Semua ide-ide kreatif dan inovasi tidak boleh lagi dihalangi di era ini, tetapi dengan kolaborasi, semuanya masalah akan dicarikan solusinya untuk mencapai tujuan dan keberhasilan. Ini adalah “the next big think” bagi UKI.
Dinyatakannya juga, UKI memiliki visi yang sama dengan Presiden Jokowie, di tengah pembangunan ekonomi melalui infrastruktur dan maritim, untuk segera melakukan transformasi kurikulum-kurikulum secara inovatif yang dibutuhkan dunia kerja, seperti ekonomi dan bisnis digital, manajemen ritel, manajemen logistik, atau lainnya dalam menjawab tantangan zaman.
Sehingga UKI secara dinamis dapat ikut serta mempersiapkan 58 juta tenaga terampil yang dibutuhkan pasar kerja satu tahun ke depan yang mulai berubah sampai pada 2034, sebagai universitas yang unggul.
Seiring dengan momentum bertransformasinya Fakultas Ekonomi UKI menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Dekan Dr.Josephine Tobing men-support agar ilmu-ilmu bisnis yang dikembangkan tidak lagi melihat ke belakang, tetapi jauh ke depan.
Akan banyak lapangan-lapangan kerja baru yang harus dipersiapkan dari sekarang sumber daya manusianya.
Para pelakunya adalah generasi milenial, yang memilki karakteristik tersendiri, yaitu tingkat bermukim yang cepat, multi tasking, penggunaan internet/digital yang tinggi dan lebih cepat menangkap sesuatu secara visual.
Metode pengajaran diubah menjadi partisipatif dengan dukungan multimedia melalui diskusi-diskusi yang lebih menarik.
Sarana dan prasarana juga akan disiapkan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa tipe milenial, seperti kelas-kelas partisipatif/student centre learning, atau bentuk kelas diskusi yang lebih futuristic seperti lay out kafe agar tidak membosankan. Kurikulum akan diarahkan kepada ilmu-ilmu yang mengalami transformasi secara digital, seperti digitalized business dan integrated logistic.
Kurikulum ini akan dimulai dalam suatu konsentrasi lebih dahulu, lalu ditingktkan menjadi program studi.
Tidak menutup kemungkinan akan dibentuk Fakultas baru yaitu School of Digitalized untuk pengembangan ilmu-ilmu ekonomi, manajemen, bisnis, pajak, parisiwisata, desain dan sistem informasi.
Dimana semua ilmu itu akan bertransformasi sebagian atau seluruhnya menjadi digital di era mendatang.
Launching Fakultas Ekonomi dan Bisnis akan dilaksanakan pada tanggal 30 November 2017, yang dihadiri para pelaku bisnis, para dosen dan mahasiswa, perwakilan universitas-universitas di sekitar UKI, serta komunitas-komunitas digital, e-commerce, dan start-up, seperti IDEA dan BLOCK 71.
Pembicara diharapkan disampaikan oleh CEO dari perusahaan-perusahaan digital seperti UBER, GOJEK, TOKOPEDIA, dan lainnya.
Tujuannya adalah untuk memberikan pandangan bahwa era ke depan sudah berubah, keniscayaan dan bukan pilihan, disruption atau gangguan terhadap bisnis akan semakin masif terjadi karena perkembangan teknologi digital yang sangat pesat.
PENULIS: Dr.Posma Hutasoit, Kaprodi Manajemen