Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Penunjukan Ketua DPR Ditunda, Airlangga Dinilai Langgar Aturan
Setya Novanto (SN) secara resmi mengundurkan diri pada 6 Desember 2017 dan telah diterima oleh pimpinan DPR.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setya Novanto (SN) secara resmi mengundurkan diri pada 6 Desember 2017 dan telah diterima oleh pimpinan DPR.
Surat tersebut disertai dengan materai dan ditanda tangani oleh yang bersangkutan.
Sayangnya, dalam surat pengunduran diri SN, ia juga menunjuk Azis Syamsuddin sebagai penggantinya yang secara aturan melanggar ketentuan aturan perundang-undangan maupun peraturan internal partai.
Sebanyak 50 orang anggota fraksi Partai Golkar menolak keputusan SN dan akhirnya dibatalkan oleh Bamus DPR.
Baca: Golkar Rugi Bila Tak Segera Tunjuk Ketua DPR Baru
Hasil Munaslub Partai Golkar menetapkan Airlangga Hartarto (AH) sebagai Ketua Umum Partai Golkar sebagai formatur tunggal untuk menyusun, merevitalisasi dan merestrukturisasi kepengurusan baru (20/12/2017).
Waktu yang diberikan Munaslub selama satu bulan.
Perhari ini, AH sudah menjalani 21 hari sebagai Formatur/Ketua Umum terpilih sisa 9 hari yang tersedia untuk segera menetapkan komposisi kepengurusan baru sesuai mandat Munaslub.
Jika lewat 9 hari yang tersedia, AH dapat dinilai melanggar AD/ART partai karena tidak menjalankan hasil munaslub dan dapat berisiko mandat formatur tunggal dapat ditarik atau dipersoalkan oleh peserta munaslub.
Secara keorganisasian, saat ini Partai Golkar praktis hanya dikendalikan seorang diri oleh AH sebagai formatur tunggal karena Dewan Pimpinan Pusat (DPP) belum terbentuk dan kepengurusan lama (DPP) telah demisioner.
Baca: Lulung: Saya Sebagai Kawan Kalau Bisa Ahok Jangan Bercerai
Artinya, klaim pengurus DPP Partai Golkar saat ini dapat dipermasalahkan dan dianggap cacat baik secara aturan internal partai maupun aturan perundang-undangan.
Secara berbarengan, posisi ketua DPR pengganti SN yang merupakan “jatah” Partai Golkar juga belum ditunjuk. Perhari ini, kekosongan ketua DPR sudah memasuki hari ke-34 sejak SN mengundurkan diri.
Ketiadaan ketua DPR memengaruhi tugas pimpinan DPR (Pasal 86 UU MD3) dan tugas-tugas kedewanan karena pimpinan DPR sebagai alat kelengkapan DPR (Pasal 83 UU MD3).
Kendatipun, saat ini ketua DPR dijabat oleh Fadli Zon sebagai Plt ketua DPR, hal tersebut tidak dapat dibiarkan terlalu lama dan berbulan-bulan.
AH sebagai formatur Partai Golkar berkewajiban untuk segera menunjuk pengganti SN sebagai ketua DPR.
Perkembangan politik di Senayan juga termasuk keinginan Partai Golkar agar merevisi UU MD3 dengan mengakomodasi kepentingan PDI-P untuk masuk sebagai salah satu pimpinan DPR merupakan alasan yang tidak tepat jika revisi hanya sekedar akomodasi politik golongan dan partai tertentu, apalagi menghambat dan menghalang-halangi pengisian jabatan ketua DPR yang jelas ada aturannya.
Ketentuan Pasal 87 UU MD3 telah mengatur pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR karena: meninggal dunia, mengundurkan diri; atau diberhentikan. Dalam Pasal tersebut, yang diatur secara mendalam hanya pimpinan DPR yang diberhentikan.
Sementara pimpinan DPR yang pemberhentiannya karena mengundurkan diri seperti kasus SN diatur dalam Pasal 39 Peraturan DPR No. 1 tahun 2014.
Pimpinan DPR yang mengundurkan diri mekanismenya adalah:
Pertama, pimpinan DPR yang mengundurkan diri harus diajukan secara tertulis di atas kertas bermaterai kepada pimpinan DPR; Kedua, Pimpinan DPR lalu menyampaikannya kepada partai politik yang bersangkutan dan meminta penggantinya; Ketiga, Paling lama 5 hari sejak diterimanya surat, partai politik menyampaikan keputusan kepada pimpinan DPR; Keempat, Apabila pimpinan partai politik tidak memberikan keputusan selama 5 hari maka pimpinan DPR akan menyampaikan kepada Presiden; dan Kelima, Paling lama 7 hari sejak diterimanya surat pengunduran diri pimpinan DPR dimaksud, pimpinan DPR memberitahukan pimpinan DPR yang mengundurkan diri kepada Presiden.
Keterangan pimpinan DPR (8/1), Fahri Hamzah bahwa pimpinan DPR sudah mengirimkan surat ke Partai Golkar meminta pengganti SN tetapi hingga saat ini belum direspons.
Jika surat pimpinan DPR tersebut bertanggal 8 Januari 2018 maka paling lambat hari senin depan, tanggal 25 Januari 2018 penunjukan pengganti SN sudah harus ada sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Peraturan DPR No. 1 tahun 2014 diatas.
Jika tidak, maka AH dapat dinilai melanggar aturan yang ada.
Pimpinan DPR yang mengatakan bahwa masa tenggang waktu penggantian DPR tidak diatur, sebaiknya kembali membaca peraturan DPR tersebut agar tidak sesat dan menyesatkan masyarakat.
Saran saya, sebaiknya AH segera menetapkan kepengurusan Partai Golkar terlebih dahulu dan sebelum tenggat waktu tanggal 15 Januari, ketua DPR pengganti SN sudah harus dikirim ke pimpinan DPR. Atau penetapan kepengurusan baru DPP Partai Golkar bersamaan dengan pengajuan ketua DPR.
Artikel ini ditulis oleh Pengamat Hukum Tata Negara; Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Radjab