Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
DPD RI Nilai Mendagri Ceroboh Jika Angkat Jenderal Polri Jadi Pj Gubernur
Diberitakan sebelumnya, bahwa kedua perwira tinggi Polri itu akan memimpin dua provinsi tersebut selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2018.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menganggap rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengangkat dua perwira tinggi (Pati) Polri, Irjen Pol M Iriawan dan Irjen Pol Martuani Sormin, menjadi penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara sebagai sebuah kecerobohan.
"DPD RI menganggap ini suatu kecerobongan dari Kementerian Dalam Negeri dan meminta kepada presiden jangan melakukan pembiaran dan menerbitkan Kepress sebab ini yang bisa merusak proses demokrasi dan kekacauan hukum," ujar Anggota Komite I DPD RI Muhammad Asri Anas dalam keterangannya, Jumat (26/1/2018).
Diberitakan sebelumnya, bahwa kedua perwira tinggi Polri itu akan memimpin dua provinsi tersebut selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2018.
"Perlu kami mengingatkan sebagai anggota DPD RI yang menjadi mitra kerja Mendagri bahwa masyarakat mengharapkan netralitas Polri dalam pilkada," ujarnya.
Baca: Berniat Tunjuk Jenderal Polisi Jadi Pj Gubernur, Wasekjen Demokrat Minta Jokowi Ingatkan Mendagri
Pengangkatan ini, lanjut Asri Anas, akan menimbulkan prasangka akan posisi kepolisian di Pilkada Serentak 2018.
"Apalagi di beberapa daerah ada calon kepala derah dari polisi yang masih aktif," ujar senator asal Sulawesi Barat ini.
Pihaknya perlu mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI pasal 28 jelas menyebutkan bahwa anggota kepolisian RI dapat menduduki jabatan diluar kelopisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Begitupun Permendagri 74 tahun 2016 dimana pasal 4 jelas menyebutkan bahwa pelaksana tugas gubernur adalah pejabat tingi madia dari kementerian dalam negeri atau pemerintah derah propinsi.
"Sehingga kami meminta penjabat gubernur seperti lazimnya selama ini dari Kemendagri atau Sekda yang ada di provinsi. Jika ini terus dilakukan maka ada kecurigaan ini bagiAn dari pesanan politik dan mendagri tidak bisa menjaga tumbuhkembangnya demokrasi," ujar Asri.