Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Presiden Jokowi Neolib?
Kesulitan antara lain disebabkan mantan Walikota Solo tersebut berjualan Trisakti dan Nawacita saat kampanye Pilpres 2014 silam.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Edy Mulyadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan pada judul artikel ini. Kesulitan antara lain disebabkan mantan Walikota Solo tersebut berjualan Trisakti dan Nawacita saat kampanye Pilpres 2014 silam.
Padahal siapa pun tahu, bahwa Trisakti bertentangan secara diametral dengan paham neolib atau neoliberalisme. Pun demikian dengan Nawacita, yang dianggap sebagai breakdown dari Trisakti, tentu bertabrakan dengan neolib.
Trisakti adalah ajaran Bung Karno yang berisi tiga pondasi penting. Yaitu, berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Sedangkan Nawacita adalah visi-misi yang digunakan pasangan Capres/Cawapres Joko Widodo/Jusuf Kalla. Dalam Nawacita ada sembilan agenda pokok untuk melanjutkan serta mewujudkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno dalam Trisakti.
Kini, setelah menjadi Presiden tiga tahun lebih, kita jadi bertanya, benarkah Jokowi telah merealisasikan janji-janji kampanyenya? Sudahkah dia menjadikan Trisakti dan Nawacita sebagai pedoman dalam mengendalikan perahu besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)?
Pada konteks ini, bagaimana kita membaca tantangan Jokowi kepada para ekonom atau pihak lain yang selama ini mengkritisi utang Indonesia untuk adu argumen dan data melawan Menteri Keuangan Sri Mulyani? Tantangan ini menjadi menarik, karena disampaikan oleh seorang Presiden yang selalu dicitrakan sederhana dan merakyat.
Saya tidak ingin membahas tantangan yang segera disambut ekonom senior Rizal Ramli, yang biasa disapa RR. Juga saya tidak berminat menduga-duga soal berani-tidaknya Sri menjawab tantangan debat mantan Menko Ekuin dan Menkeu era Abdurrahman Wahid yang terkenal dengan jurus Rajawali Kepretnya itu.
Sebab saya, dan juga mungkin anda, rasanya hampir yakin, bahwa Sri tidak akan punya nyali meladeni tantangan tersebut. Dia dan atau para punggawanya bisa saja menyodorkan seabreg dalih untuk sembunyi di balik ketidakberanian tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.