Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Analisa Muhammad Heychael soal Tribunnews Cenderung Tendensius Kasar dan Tidak Fair
Menuduh sebuah institusi pers membantu terorisme sama saja dengan sikap sekelompok orang yang menuduh polisi melakukan rekayasa terkait aksi terorisme
Penulis: Dahlan Dahi
*Tanggapan atas tulisan Muhammad Heychael di Remotivi, berjudul "Bagaimana Tribunnews membantu Terorisme?"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Bagaimana Tribunnews membantu Terorisme?" Sebuah tulisan yang dilihat dari judulnya saja, si penulis sudah melakukan judgment, melakukan tuduhan serius, dan sama sekali tidak bersikap fair.
Menuduh sebuah institusi pers membantu terorisme sama saja dengan sikap sekelompok orang yang menuduh polisi melakukan rekayasa terkait aksi terorisme.
Apalagi tuduhan serius itu tidak disertai konfirmasi dan klarifikasi terhadap Tribunnews.com sebagai institusi pers yang mempunyai alamat kantor dan susunan redaksi yang jelas.
Tribunnews.com merupakan lembaga yang telah menjalani verifikasi oleh Dewan Pers. Tampak bahwa penulis tidak mempunyai itikad baik dan tendensius.
Baca: Kisah Wanita Nyaris Berhasil Didoktrin Jadi Teroris Diawali Sembunyi-sembunyi Agar Misi Terlaksana
Dalam tulisan, sang penulis menggunakan istilah yang kasar dan tidak berdasar, yaitu ‘tuyulnya Kompas Gramedia’.
Tuyul dalam pengertian sehari-hari adalah makhluk gaib yang sengaja dipelihara oleh seseorang untuk mencuri uang.
Penggunaan istilah itu masuk kategori penghinaaan dan atau mencemarkan nama baik, yang mempunyai risiko hukum. Tribunnews.comsama sekali tidak mencuri apapun, termasuk mencuri klik (uang) seperti dituduhkan oleh penulis.
Tidak ada hubungan antara jumlah artikel dengan kualitas pemberitaan seperti tercantum di alinea ke-9.
Dari kalimat yang muncul di alinea tersebut tampak penulis berspekulasi berdasarkan pemberitaan media tertentu.
Padahal, sebagaimana dilaporkan oleh Tirto.id, “Polisi irit komentar tentang kasus kerusuhan di Mako Brimob.”
Penulis tampak sama sekali tak memahami cara kerja jurnalis di lapangan. Penggalian fakta di lapangan bukan hanya dari penjelasan polisi saja tetapi dari sumber-sumber dan fenomena lain yang terkait.
Sepanjang punya news value dan terkait dengan peristiwanya, tidak ada salahnya menyajikan kepada pembaca.
Tentu kita semua masih ingat peristiwa teror bom di Jl MH Thamrin, Jakarta, pada Januari 2016, banyak media memberitakan bagaimana seorang pedagang sate, Jamal, yang membawa gerobak tetap melayani para pembeli meski lokasinya (Jl Sabang) tak jauh dari tempat kejadian perkara.
Baca: Rafathar Minta Dibelikan Mobil Mewah Seperti Punya Bapaknya