Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Blog Tribunners

Membangun Karakter Bangsa di Era Milenial

Arus globalisasi merupakan fenomena menarik yang sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Budaya global dan gaya hidup (life style) merup

Penulis: Tessa Andini Permatasari
Editor: Samuel Febrianto
zoom-in Membangun Karakter Bangsa di Era Milenial
ilustrasi 

Ditulis oleh: Tessa Andini Permatasari, Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arus globalisasi merupakan fenomena menarik yang sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Budaya global dan gaya hidup (life style) merupakan dampak paling kentara akibat fenomena ini. Globalisasi sendiri diartikan sebagai proses mendunianya seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik hingga budaya antara satu negara dengan negara lainnya hingga seluruh dunia dinyatakan tidak memiliki ‘batas’ alias borderless. Berita yang masuk terkait permasalahan tiap negara dengan mudahnya tersebar melalui internet, media sosial, maupun aplikasi berbasis internet lainnya dalam satu perangkat yang disebut gadget. Hal tersebut terjadi pada generasi muda Indonesia saat ini disebut sebagai generasi gadget atau yang sering kita kenal sebagai generasi milenial.

Rata – rata di antara kalangan remaja Indonesia telah mengenal dan menggunakan internet dalam keseharian mereka. Namun kebanyakan dari mereka belum mampu untuk memilah antara aktivitas internet yang bersifat posistif dan negatif, serta cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka dalam penggunaannya.

Inilah yang mejadi keluhan masyarakat akhir – akhir ini. Generasi muda bangsa yang seharusnya menjadi tokoh dibalik kemajuan bangsa justru muncul dengan perilaku kesehariannya yang mengesampingkan etika dan moral. Waktu demi waktu terus berlalu, namun dampak yang ditimbulkan arus globalisasi kian marak dalam budaya anak muda saat ini. Sebagian besar masayarakat khususnya anak muda telah terpengaruh oleh budaya barat yang dijadikan sebagai ‘kiblat’ setiap perilaku mereka, sehingga hilanglah sudah identitas dan jati diri mereka sebagai Bangsa Indonesia. Berkaca dari permasalahan yang terjadi, maka sudah seharusnya dilakukan upaya-upaya yang dapat membangun karakter bangsa khususnya dalam hal budaya di Era Milenial ini.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalu proses pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa, “pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak kita.”

Maka, pesan yang didapatkan dalam pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan memiliki peranan yang besar dalam membangun karakter bangsa Indonesia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah proses pendidikan di Indonesia saat hingga saat ini belum menunjukkan adanya pembangunan karakter bangsa?

Menurut saya, hingga saat ini pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan yang masih berorientasi pada penyampaian teori daripada penerapannya dalam kehidupan. Sehingga tidak ada keseimbangan antara IPTEK dengan akhlak atau perilaku generasi muda.

Seiring berjalannya waktu, generasi muda saat ini justru lebih mudah terpengaruh oleh arus globalisasi yang melunturkan perilaku-perilaku kebangsaan mereka padahal ilmu yang diberikan baik di sekolah maupun di kampus tergolong semakin berat dan mulai bersaing dengan ilmu yang berada di luar sana. Harusnya, ada keseimbangan diantara keduanya maka akan diperoleh generasi muda cerdas dan bermartabat yang siap memajukan bangsa.

Taksonomi Bloom dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives, Handbook 1:Cognitive Domain pada tahun 1956 menggambarkan ada tiga elemen pokok dalam pendidikan yaitu aspek-aspek affective, cognitive, dan psychomotoric.

Aspek kognitif meliputi kemampuan peserta didik dalam menyampaikan kembali materi atau ilmu pengetahuan yang didapatkannya melalui tahapan bagaimana  cara memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi hasil pembelajarannya. Aspek afektif dikaitkan dengan bagaimana sikap dan cara peserta didik menilai dalam menerima ilmu pengetahuan. Sementara aspek psikomotor merupakan kompetensi dalam menerapkan ilmu yang diberikan oleh guru. Dalam kenyataannya di Indonesia, teori taksonomi Bloom ini belum menunjukkan keseimbangan antara ketiga aspeknya.

Oleh karena itu, dalam mendidik budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati,otak dan fisik.

Dalam hal ini, pengajar baik guru maupun dosen merupakan fasilitator yang memiliki peran untuk membimbing peserta didik hingga mampu secara aktif mengembangkan potensi dirinya, serta mengembangkan proses untuk berbagi pengetahuan dengan sekitar sehingga ilmu yang diserap dapat diterapkan pada orang lain dan ligkungan sekitar.

Lebih pentingnya lagi apabila dalam penerapannya juga dilakukan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian dalam bergaul di lingkungan masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Pada dasarnya pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sebagai warga negara yang religius, nasionalis, dan kreatif sehingga dapat mewujudkan kemajuan dan keunggulan bangsa di masa mendatang.

Bung Karno mengemukakan bahwa karakter bangsa Indonesia merupakan kesatuan seluruh wilayah dan hati Bangsa Indonesia serta kepercayaan diri bangsa Indonesia yang tinggi sehingga mampu menjadi bangsa yang patut dibanggakan.

Berkaca dari pendapat yang telah dikemukaan oleh beliau, maka solusi yang paling tepat dalam membangun karakter bangsa di era millenial saat ini adalah dengan membangun dan menata kembali karakter dan watak bangsa Indonesia sendiri dengan terus melakukan pengembangan diri untuk menerapkan pendidikannya di masyarakat.

Tentunya, juga dapat dilakukan penerapan metode-metode yang dapat menarik perhatian orang lain dan lingkungan untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan karakter bangsa yang religius, nasionalis dan kreatif.

Bahasa maupun kebudayaan suatu daerah bisa dijadikan salah satu sarana yang efektif dalam penyampaian ilmu di masyarakat.  Pendidikan ‘luar kelas’ pun juga dapat diterapkan agar peserta didik tidak terpaku pada hafalan materi yang ia dapatkan, namun dengan disajikan beberapa studi kasus atau menganalisis langsung suatu permasalahan dalam masyarakat kemudian diterapkan dalam proses kehidupannya.

Namun, perlu diingat bahwa setiap penerapan yang dilakukan haruslah sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku sehingga terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Disinilah peran dari kaum cendekiawan sangat diperlukan untuk meningkatkan pendidikan dan karakter bangsa yang lebih inovatif kedepannya untuk memajukan bangsa Indonesia. Mari pemuda Bangsa Indonesia, wujudkan generasi milenial ini bukan sebagai generasi gadget melainkan sebagai generasi pembangun karakter bangsa yang siap memajukan Indonesia. 

 

 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas