Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Galang Gerakan Moral #SelamatkanIndonesia
Di tengah eskalasi politik yang kian mendidih oleh peperangan tagar hastag antar kubu di tahun politik jelang Pilpres 2019
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Di tengah eskalasi politik yang kian mendidih oleh peperangan tagar hastag antar kubu di tahun politik jelang Pilpres 2019, di sini kita bukan anti #Salam2Periode, bukan kita #2019GantiPresiden, tapi kita #AntiKekerasan dan #AntiPolitisasiSARA.
Adapun #SelamatkanIndonesia di sini tak lebih hanyalah merupakan gerakan moral menentang segala bentuk politik kekerasan dan politisasi politik SARA di Pilpres 2019.
Dan #SelamatanIndonesia bukan sayap kanan atau sayap kiri atau afiliasi kubu politik tertentu. Di sini kita hanyalah gerakan moral dari aliansi pewarta independen terdiri dari jurnalis, musisi, penyair, dan para anti hate speech, anti hoax, anti politik kekerasan, dan anti politisasi politik SARA.
Pastinya sebagai warganegara dan anak bangsa yang menjujung tinggi toleransi bhinneka tunggal ika tidak menginginkan gelaran Pilpres 2019 berjalan sejuk, aman, tenteran, damai, dan tidak diwarnai hura-hura politik menyebabkan terjadinya polarisasi atau konflik horizontal yang bisa memercikan benih disintegrasi kesatuan dan persatuan.
Adapun gerakan moral #SelamatkanIndonesia merupakan respon keprihatinan atas apa yang terjadi di panggung politik kita hari ini.
Bagaimana hanya lantaran beda pandangan, beda pendapat, beda pilihan politik seperti saat jelang gelaran Pilkada atau Pilpres, kita pun saling tebar serangan ujaran kebencian (hate speech) maupun berita bohong (hoax) antar kubu pendukung. Dan kita pun terpolarisasi dan terbelah olehnya.
Termasuk bagaimana kita saksikan tontonan kekerasan-kekerasan sosial yang dipicu peperangan saling serang hate speech.
Termasuk bagaimana kita saksikan tontonan kekerasan sosial yang dipicu peperangan saling serang antar tagar hastag antar kubu.
Adakah yang salah di kita? Ataukah ini hanyalah merupakan kegagalan diri dalam memahami sejarah panjang histori kultural kebangsaan kita?
Benarkah kita yang secara histori kultural dikenal sebagai bangsa yang bermartabat ramah, penuh welas asih, penuh toleransi, santun, guyub saling menghargai dan menghormati sebagaimana dari cerita yang ada, kini sudah kehilangan kemesraan sosial?
Adakah kini yang salah dengan kita dalam memahami sejarah panjang kehidupan bangsa ini?
Sudah retakkah kemesraan sosial kita?
Sebagaimana cerita yang ada, Indonesia yang secara histori kultural digambarkan sebagai bangsa yang ramah, selalu hidup guyub rukun harmonis, penuh toleransi saling menghormati dan menghargai yang disemangati oleh warisan kearifan budaya leluhur nenek moyang ora ono kamulyan tanpo seduluran sebagai perekat kemesraan sosial.
Kini harmonisasi kemesraan sosial ini diteror tindak kekerasan, dipersekusi, bahkan di bom oleh radikalisasi fanatisme atas nama pembenaran keyakinan ideologis yang dianutnya.
Di sini saya ingin mengajak kita sebagai anak bangsa merenungkan kembali sejarah panjang bangsa ini lewat pemahanan filosofis kearifan lokal ajaran leluhur nenek moyang yaitu ora ono kamulyan tanpo seduluran, manusia tidak akan menemukan kemuliaanya tanpa rasa persaudaraan.
Dan Aliansi Pewarta Independen #SelamatkanIndonesia merupakan gerakan moral sebagai respon atas semua itu. Semoga!
*Alex Palit, jurnalis aliansi pewarta independen #SelamatkanIndonesia