Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pemerintah Perhatikan Petani Saat Terjadi Gejolak Harga Karet
Masa kejayaan petani karet bisa dikatakan di tahun 2011, bagaimana tidak kondisi dimana harga karet berada di puncak tertinggi.
Bagaimana tidak petani membandingkan harga karet dengan harga bahan pokok yaitu beras.
Saat ini harga beras yang mencapai 10,000 per kilogram tidak sebanding dengan harga lump atau karet jenis mingguan yang hanya di hargai sebesar 5000 sampai 6000 Rupiah.
Artinya petani tidak begitu muluk meminta harga yang tinggi ketika melihat kondisi ekonomi saat ini yang saat sulit, petani hanya meminta harga lump mingguan sama dengan harga bahan pokok yaitu beras perkilogramnya.
Kondisi harga karet saat ini bagi petani merupakan konsi yang sangat sulit, iya bagi petani yang mempunyai lahan yang cukup luas, namun bukan kah petani kita karekter lahan yang dimiliki merupakan lahan gurem, bisa dikatakan lahan perkebunan karetnya rata-rata hanya 1 ha bahkan kurang dan kalau dilihat dari produktivitas juga sangat rendah.
Produktifitas karet petani kecil bagaimana tidak, bibit atau benih yang digunakan petani kita sebagian besar masih menggunakan bibit local dan belum terstandarisasi, sehinga perlu adanya edukasi dan sumbangsih dari semua pihak untuk keadaan yang berkaitan dengan produktifitas baik dari akademisi, pemerintah dan pengusaha.
Bagi petani meminta harga kembali di angka Rp 24.000 – Rp 30.000 perkilogram (jenis Karet Bulanan) merupakan sesuatu yang mustahil dengan melihat kondisi lima tahun terakhir ini, namun petani masih mempunyai asa yang besar terutama bagi petani kecil asa itu diletakkan kepada pemangku kebijakan yaitu pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Keinginan petani pada dasarnya sederhana mereka meminta untuk di perhatikan sama ketika pemerintah memperhatikan ketika adanya gejolak harga yang ada dikomoditi sawit.
Seperti yang kita ketahui ketika harga sawit turun, akan dengan cepat pemerintah atau stakeholder bertindak atau merespon, hal ini menimbulkan pertanyaan besar bagi petani termasuk saya apakah komoditi karet tidak sestrategis komoditi sawit, atau komotidi sawit yang banyak dimiliki petani besar atau pengusaha dan penguasa bukan rakyat kecil menjadikan itu demikian?
Semoga persepsi itu salah. Karena bagaimanapun penyerapan lapangan pekerjaan petani atau petani yang mengusahan karet bisa di kategorikan sektor utama di beberapa daerah, salah satunya Sumatera Selatan hampir 46% penduduk sumatera selatan menaruh harapan besar pada komoditi ini.
Sehingga bagaimanapun kehadiran pemerintah akan sangat membantu petani, setidaknya ada perhatian khusus dan merajut kembali benang kusut di sektor perkebunan karet baik dari masalah produktivitas, kualitas dan manajemen budidaya.