Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Miris, Lagu Anak-anak Hilang Ditelan Zaman
Berbicara soal musik di era digital ini perkembangannya sangat pesat dengan berbagai aliran dan inovasinya. Musik mempunyai arti tersendiri bagi para
Ditulis oleh: Nisrina Nur Ubay/Mahasiswa Ilmu Komunikasi/Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbicara soal musik di era digital ini perkembangannya sangat pesat dengan berbagai aliran dan inovasinya.
Musik mempunyai arti tersendiri bagi para pendengarnya. Tak ayal musik sudah menjadi elemen yang tak terpisahkan dengan para pecintanya.
Namun sangat disayangkan hal itu tak diimbangi dengan penyuguhan lagu bagi anak-anak.
Kondisi ini berdampak kepada mereka secara langsung. Seringkali anak justru lebih menjadi penikmat lagu yang tak sesuai usia mereka.
Baca: Anggota KPU Jabar Diteror Dengan Nomor-nomor Aneh
Padahal, kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, lagu dewasa dan remaja banyak menampilkan muatan yang tidak senafas dengan dunia anak.
“Patah hati, perselingkuhan, jatuh cinta, kekerasan dalam bercinta tak sedikit dinyanyikan oleh anak,” ujar Susanto
Lirik lagu anak yang semakin kompleks terlihat anak masa kini cenderung menjiwai lagu para orang dewasa. Jika sudah terlanjur kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada anak.
Mereka hanya bisa menerima tanpa bisa memfilter dari lingkungan mereka. Peran orang tua lah untuk mendampingi jika lagu itu tak sesuai dan memperkenalkan lagu anak kepada buah hatinya.
Kemana penerus dari artis cilik Tasya dengan lagu Anak Gembala, Joshua dengan Cicicuit, dan Tina Toon dengan Bolo-bolo.
Dahulu lagu-lagu mereka dikemas dengan komposisi yang sederhana, bermuatan pendidikan, dan mudah dimengerti. Kepopuleran mereka bisa diraih berkat dukungan media yang menampilkan pada program khusus karya artis-artis cilik pada masanya. Stasiun televisi dahulu sangat bersemangat dalam menayangkan musik anak dan menggagas program yang mengekspos pendidikan anak, kondisi berbeda dengan yang saat terjadi.
Baca: Menpora Harap MXGP Tetap Jadi Agenda Tahunan di Pangkal Pinang
Dalam analisisnya Tasya Kamila menyebut ada empat hal yang memicu kurang peminat lagu anak pada zaman sekarang.
Keempat hal itu antara lain man (manusia), money (uang), method (metode), dan media.
Media televisi sekarang kurang getol menayangkan acara musik bagi anak dengan program kontes adu bakat menyanyi bagi anak. Walau ada, sayangnya peserta sering menampilkan lagu karya orang dewasa dengan tujuan komersil.
Rating acara anak mungkin belum mendapat paling tinggi. Rendahnya minat dunia kreatif dalam bidang musik untuk mengembangkan lagu anak.
Minimnya komposer yang melahirkan tembang anak-anak yang bermutu, dianggap sebagai kepunahan lagu anak, karena jika bisnis yang tidak menguntungkan maka bisnis tersebut tidak akan dijalankan.
KPAI mengimbau agar para pegiat musik mendedikasikan diri dengan menumbuhkan inovasi menciptakan lagu-lagu terbaik bagi anak Indonesia.
Lagu adalah salah satu hal yang paling disukai anak-anak. Karena musik yang ditampilkan masih sederhana dengan menggunakan Musical Instrument Digital Interface (MIDI) maka aransemennya terdengar kurang menarik minat dan tak banyak menghasilkan.
Faktanya bahwa disekolah-sekolah tidak terlalu mengajarkan lagu anak kepada para siswanya.
“Jadi solusinya itu dengan menyadarkan kembali pada orangtua dan sekolah soal betapa pentingnya lagu anak,” kata Devina. Melantunkan lagu anak tak harus merdu, yang paling penting adalah pesan dari lagu tersebut tersampaikan.