Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dampak Sistem Zonasi PPDB yang Diterapkan Kemendikbud
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan permendikbud baru yakni Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang merupak
Penulis: Tities Wicaksono Pamuji Wibowo
Ditulis Oleh : Tities Wicaksono P.W, Mahasiswa S2 Magister Manajemen
Universias Sebelas Maret Surakarta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan permendikbud baru yakni Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang merupakan pengganti dari peraturan sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan layanan pendidikan sehingga perlu diganti. Dimana dalam peraturan terbaru ini mewajibkan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah memberlakukan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dimana sistem zonasi ini mewajibkan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota 90% (sembilan puluh persen) dari keseluruhan peserta didik yang nantinya diterima. Sedangkan 5% berdasarkan jalur prestasi diluar radius zona terdekat dari sekolah dan alasan khusus bagi calon peserta didik dimana domisili orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Pemberlakuan sistem zonasi sesuai dengan peraturan Permendikbud terbaru ini bertujuan untuk menjamin bahwa penerimaan peserta didik baru akan berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminati, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan maupun pemerataan pendidikan. Namun hal tersebut juga menyebabkan masalah bagi calon peserta didik dan orang tua /wali.
Orang tua yang memiliki anak berprestasi merasa khawatir untuk mendaftarkan anaknya disekolah favorit diluar zona domisilinya. Jumlah kuota sebesar 5% untuk jalur prestasi dinilai cukup kecil untuk calon peserta didik dari luar zona domisili, hal tersebut yang membuat banyak orang tua merasa ragu untuk mendatarkan anaknya diluar zona domisili dimana sekolah favorit berada. Sedangkan sekolah dimana calon peserta didik berdomisili dinilai memiliki fasilitas yang kurang memadai daripada sekolah favorit yang mereka inginkan diluar zona domisili.
Dampak lain dari pemberlakuan sistem zonasi ini yakni masih ada saja sekolah yang kekurangan peserta didik baru atau kuota yang telah ditetapkan sekolah belum semuanya terpenuhi. Hal ini disebabkan karena sebelum diberlakukannya sistem zonasi, banyak peserta didik baru yang berasal dari luar daerah dan karena keterbatasan daerah penetapan zonasi, dimana hal tersebut menyebabkan terbatasnya juga calon peserta didik baru yang mendaftar.
Sistem zonasi ini juga membuka peluang bagi oknum-oknum internal maupun eksternal yang tidak bertanggungjawab.
Oknum internal misalnya berasal dari sekolah yang bersangkutan dengan menawarkan kepada orangtua calon peserta didik yang untuk meloloskan anaknya dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan membayar biaya sesuai yang mereka inginkan.
Sedangkan, oknum internal ini orangtua calon peserta didik dalam ekonomi yang mampu bisa memuat dan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) palsu atau bukti lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah daerah agar anaknya bisa diterima pada sekolah yang mereka inginkan.
Dimana sesuai pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tersebut pada pasal 16 dikatakan bahwa peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau bukti lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Dalam penetapan sistem zonasi ini sebaiknya pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan (Disdik) memperhatikan berapa banyak proyeksi lulusan sekolah. Dari data tersebut bisa dilihat berapa jumlah lulusan sekolah dan berapa tersedianya jumlah penerimaan. Jika ditemukan jumlah lulusan sekolah yang kurang banyak dibandingkan dengan ketersedianya penerimaan, maka bisa dilakukan pelebaran atau penambahan daerah zonasi.
Sedangkan masalah dimana kecurangan oknum-oknum yang tak bertanggungjawab lakukan harus adanya pengawasan terhadap hasil dari penerimaan peserta didik dan untuk calon peserta didik dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) ini harus ada pengecekan apakah surat tersebut sesuai dengan keadaan ekonomi calon peserta didik yang bersangkutan.
Sosialisasi sistem zonasi ini seharusnya sering dilakukan sebelum hari dimana Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada orang tua/wali calon peserta didik bahwa sistem ini diterapakan untuk memberikan kelayakan pendidikan dan pemerataan pendidikan.
Pola pikir orang tua yang menginginkan anaknya bersekolah sekolah favorit atau unggulan harus dirubah dengan adanya sosialisasi yang berkelanjutan tersebut. Orang tua harus diberikan pemahaman bahwa sekolah dengan predikat favorit atau unggulan pada nantinya dengan sendirinya hilang karena pemerataan kualitas pendidikan dengan pemberlakuannya peraturan zonasi ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.