Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Eks-Koruptor Vs KPU, Siapa Menang?
KPU pun siap meladeni. Begitu pun Mahkamah Agung (MA) yang siap menyidangkan judicial review (uji materi) perkara itu.
Editor: Hasanudin Aco
Bagaimana dengan MA, apakah akan mengabulkan gugatan para pemohon? Menyimak sinyal yang tersirat dalam pernyataan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, Jumat (6/7/2018), kemungkinan besar permohonan para pemohon akan dikabulkan, alias para eks-koruptor itu memenangkan pertarungan versus KPU.
Menurut prinsip, kata Abdullah, aturan yang ada tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Jika norma dalam PKPU dianggap bertentangan dengan UU yang lebih tinggi, maka majelis hakim akan mengabulkan gugatan tersebut. Demikian juga kalau ada UU yang lebih baru maka akan mengesampingkan aturan yang lama.
Namun, bisa jadi gugatan itu akan gugur sebelum masuk substansi perkara, alias para eks-koruptor itu kalah melawan KPU. Sebab, proses gugatan di MA berkejaran waktu dengan tahapan Pemilu 2019, siapa lebih cepat akan menang.
Berdasarkan informasi dari situs resmi KPU, ada 16 tahapan yang harus dilalui caleg Pemilu 2019. Pertama, tahap pendaftaran yang dibuka mulai Rabu (4/7/2018) hingga 17 Juli 2018. Verifikasi administrasi bakal caleg pada 5-18 Juli 2018.
Setelah itu KPU menyampaikan hasil verifikasi kelengkapan administrasi bacaleg kepada partai politik peserta pemilu. Pada 22-31 Juli 2019 ada perbaikan daftar caleg dan syarat caleg serta pengajuan bacaleg pengganti. Lalu dilakukan verifikasi terhadap perbaikan daftar caleg dan syarat caleg pada 1-7 Agustus 2018.
Berikutnya, penyusunan dan penetapan daftar calon sementara (DCS) pada 8-12 Agustus 2018. Pada 12-14 Agustus 2018 ada pengumuman DCS.
Tahapan selanjutnya ada masukan dan tanggapan dari masyarakat pada 12-21 Agustus 2018. Lalu permintaan klarifikasi kepada parpol atas masukan dan tanggapan masayarakat terhadap DCS pada 22-28 Agustus 2018.
Pada 29-31 Agustus 2018, masuk tahap penyampaian klarifikasi dari parpol kepada KPU, sebelum akhirnya ditetapken menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) pada 20 Septeber 2018.
Sementara itu, sesuai Keputusan MA (KMA) No. 214/2018, jika gugatan telah diterima MA, para pemohon diberikan waktu 14 hari untuk melengkapi lampiran yang dibutuhkan dalam uji materiil. Setelah itu, pihak termohon, yakni KPU, akan diberikan waktu 14 hari untuk memberikan jawaban atas permohonan gugatan. Kemudian, sidang akan dilakukan paling lama 14 hari kerja hingga diputus majelis hakim.
Di sisi lain, Pasal 4 PKPU No. 20/2018 mewajibkan parpol mendaftarkan bacaleg sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam aturan itu. KPU tak segan mengembalikan berkas pendaftaran bacaleg jika sistem informasi pencalonan (silon) KPU mendeteksi nama politikus eks-terpidana korupsi, narkoba dan pedofilia.
Parpol diwajibkan mengganti nama bacaleg yang melanggar ketentuan dengan politikus lain. KPU tetap melarang eks-terpidana korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual anak menjadi caleg meski mereka telah mengakui kejahatannya di muka publik.
Alhasil, bisa jadi para eks-koruptor keok melawan KPU. Apalagi, jika kita memaknai HAM, sesungguhnya ada hak warga negara lain yang dilanggar oleh para pelaku kejahatan itu. Perlu dipahami pula bahwa hak setiap orang dibatasi hak orang lain.
Di sini perlu ada teroboson hukum dari MA untuk menolak gugatan para pemohon, mengingat kesungguhan penyesalan para pelaku kejatahan itu hanya Tuhan dan mereka sendiri yang tahu.
Atau justru sebaliknya, MA akan mengabulkan gugatan mereka? Kita tunggu saja tanggal mainnya.
Dr. Anwar Budiman, S.H., M.H., Praktisi Hukum dan Pengamat Politik, Tinggal di Bekasi.