Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Juara Kembar: Prancis dan Kroasia Sangat Pantas
JUARA KEMBAR. Itu jika ada dan diperbolehkan. Itu pendapat saya untuk menyambut final Piala Dunia 2018,
Editor: Toni Bramantoro
Oleh M. Nigara
JUARA KEMBAR.
Itu jika ada dan diperbolehkan. Itu pendapat saya untuk menyambut final Piala Dunia 2018,
Rusia antara Prancis vs Kroasia yang akan dipentaskan di Luzhniki Stadion, Moskow, Sabtu (15/7) malam waktu Indonesia atau Ahad sore waktu setempat.
Meski tanggal 1 juli lalu saya menulis dengan judul: Pramcis Juara Baru, dan hingga hari ini prediksi saya juga tidak berubah, namun jika Kroasia akhirnya bisa menjadi juara, kebahagiaan saya tidak berkurang. Untuk itu, judul tulisan saya kali ini Juara Kembar.
Saya ingin menegaskan bahwa Prancis dan Kroasia, sama-sama pantas menyandang gelar sang juara.
Indah dan Bertenaga
Piala dunia 2018 menurut hemat saya menjadi pesta 6ang berbeda. Baik Prancis maupun Kroasia sama-sama menampilkan permainan yang indah dan bertenaga.
Artinya, Pogba dan Modric sama-sama mampu membawa timnya bermain yang indah terkait skill dan strategi serta bertenaga karena dipenuhi speed and power yang tinggi.
Dengan begitu, maka partai final bisa dijamin akan penuh dengan atraksi. Sangat menarik dan menegangkan. Serta jauh dari laga klasik yang rada membosankan seperti yang sering diperagakan oleh tim-tim dari Amerika Latin. Final antar Eropa dan tim yang mayoritas dihuni para pemain muda itu, menyajikan gaya full Speed and power.
Mengapa saya menyebut menjadi partai final paling menarik? Kandasnya Brasil dan Argentina, menjadi tanda dari babak final menjadi menarik. Baik Brasil maupun Argentina hampir selalu menampilkan sepakbola klasik.
Dan biasanya, sepakbola klasik sering ditampilkan dengan cara yang berbeda jauh dengan sepakbola speed and power.
Klasik hampir selalu mengandalkan skill individu dalam mengolah si kulit bundar, indah, sangat mengkin. Tetapi di dalamnya nyaris tidak ada tenaga berlebih.
Baik Brasil maupun Argentina, siapa pun lawannya, biasanya mampu mereka seret ke wilayah pertarungan tanpa tenaga. Pertarungan individu bukan pertarungan tim.
Pertarungan skill bukan pertarungan hasil. Brasil dan Argentina sering asyik mempertontonkan kemampuan mengolah si kulit bundar ketimbang kemauan mencetak gol.
Nah, Prancis dan Kroasia memiliki tipologi berlari, bergerak dengan kekuatan tenaga dan kecepatan menggedor, mengumpan panjang-pendek, mengolah si kulit bundar sebentar dan menjejalkan bola ke gawang lawan. Adrinalin kita yang menyaksikannya pasti semakin bergelora.
Inggris Terjebak
Itu sebabnya Kroasia mampu menjungkalkan Inggris meski sempat tertinggal 1-0 di menit ke-7. Inggris yang sebenarnya memiliki gaya serupa dengan Prancis, Kroasia, dan Belgia.
Tapi, begitu Harry Kane mengubah dari speed and power ke konvensional football dengan delay some game, maka Modric tinggal menunggu waktu untuk membalik keadaan.
Bayangkan, bola yang ada di daerah pertahanan lawan, sekonyong-konyong bisa dipindah ke lapangan sendiri.
Kejadian seperti itu terjadi berulang-ulang. Maka tak heran jika Inggris yang harus berada di atas angin, berubah seperti sekumpulan orang yang terancam badai.
Dengan posisi seperti itu Inggris terjebak. Uniknya jebakan itu dibuat oleh sang arsiteknya sendiri Southgate. Sang arsitek ingin mengamankan kemenangan padahal waktu baru berjalan 7 menit dan terlalu banyak waktu yang tersisa.
Kembali ke laga final, kita akan menyaksikan suguhan paling menarik. Sayang tak ada juara kembar...
Bravo sepakbola dunia...
Ya, Sepakbola kita juga ...
* M. Nigara Wartawan sepakbola senior Peliput Piala Dunia 1990 dan 94