Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Mahasiswi STPBI Gagas Living Museum Pembuatan Garam Tradisional di Bali

Garam merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan oleh berbagai pihak baik untuk di konsumsi maupun untuk kebutuhan industri. Pesisir Tejakula,

Penulis: Ni Made Ayu Natih Widhiarini
zoom-in Mahasiswi STPBI Gagas Living Museum Pembuatan Garam Tradisional di Bali
IST
Garam 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Garam merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan oleh berbagai pihak baik untuk di konsumsi maupun untuk kebutuhan industri.

Pesisir Tejakula, Buleleng adalah salah satu sentra pembuatan garam di pulau Dewata.

Pada umumnya garam di buat dengan mengalirkan air yang akan dikumpulkan pada sepetak tanah atau tambak lalu dijemur, tinggal mengumpulkan dan mengambil hasilnya lalu di pasarkan. Berbeda tempat, berbeda pula proses pembuatannya.

Proses pembuatan garam di Desa Tejakula, Buleleng sangat unik dengan menggunakan tanah yang telah dicampur dengan air laut sebagai media untuk menyaring air tua yang akan dijemur diatas batang kelapa yang disebut palungan.

Proses pembuatan garam ini menghasilkan garam dengan kualitas yang bersih dan tidak pahit karena zat pahit tersebut diserap melalui pori-pori bilah kelapa.

Tak hanya itu, adanya inovasi produksi garam yang menjadi primadona dengan memanfaatkan rumah kaca dapat menghasilkan garam dengan bentuk piramid (pyramidion), bentuk kubus (dice)  dan bentuk salju (snow).

Diolah secara tradisional dan tergantung dengan kondisi cuaca menjadikan produksi garam tidak menentu. Jika cuaca sedang bagus, produksi melimpah sebaliknya jika cuaca buruk, maka produksi garam tidak maksimal. Pendapatan wargapun menjadi tidak menentu dan cenderung untuk beralih profesi padahal proses pembuatan garam ini merupakan salah satu kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun.

Hal inilah yang menjadi acuan Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional yang terdiri dari Ni Made Ayu Natih Widhiarini selaku ketua, Ni Nengah Ariastini dan Ni Putu Feby Devira Permanita selaku anggota mengangkat penelitian yang berjudul “Desain Konsep Artifisial Pertanian Garam Palungan Sebagai Living Museum dalam Pengembangan Pariwisata Budaya dan Edukasi di Desa Tejakula” dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Kombinasi peran serta komunitas pesisir, kearifan lokal, dan pariwisata melalui pengembangan pariwisata budaya dan edukasi yang berbasis masyarakat (community based tourism) dapat dilakukan dengan mengembangkan museum berbasis kearifan lokal. “Museum sebagai daya tarik wisata budaya sudah banyak dikembangkan di Bali yang diharapkan mampu berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata berkelanjutan. Akan tetapi kebanyakan orang berpikir museum hanyalah tempat benda-benda mati. Yang ingin kami tonjolkan dengan konsep lving museum adalah adanya atraksi budaya dan kearifan lokal yang hidup dan bisa disaksikan secara langsung bahkan bisa ikut berpartisipasi di dalamnya,” ujar Natih selaku ketua kelompok.

“Dengan adanya konsep living museum dapat menjadi sumber budaya dan edukasi yang memadukan pengalaman belajar aktif dan pasif dalam desain penataan ruang pamer yang terbuka, penyediaan fasilitas workshop diharapkan wisatawan nantinya dapat melihat atraksi budaya dan kearifan lokal yang secara langsung dapat memberikan edukasi kepada wisatawan,” Papar Ariastini.

Tim PKM-KC (Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta) telah mendapatkan Hibah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

“Kami berharap penelitian ini akan membawa manfaat bagi instansi dan masyarakat, yaitu dapat memberikan pertimbangan terkait upaya mengkonservasi kearifan lokal khususnya pertanian garam palungan yang dituangkan dalam bentuk desain konsep artifisial living museum sebagai pariwisata budaya dan edukasi di Desa Tejakula yang dapat mendukung pemerataan pariwisata berkelanjutan di bagian Bali Utara,” Tutup Feby

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas