Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Perluasan PLT Baturbara Berpotensi Mencemarkan Destinasi Wisata Bali

Usulan perluasan pembangkit listrik tenaga batubara di Bali utara dapat menyebabkan kontaminasi merkuri, ribuan kematian dini, dan membahayakan indust

Editor: Samuel Febrianto
zoom-in Perluasan PLT Baturbara Berpotensi Mencemarkan Destinasi Wisata Bali
NAZTAMA BUMI RAYA
Ilustrasi limbah cair bahan beracun dan berbahaya (B3). 

Siaran pers Greenpreace Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, BALI - Usulan perluasan pembangkit listrik tenaga batubara di Bali utara dapat menyebabkan kontaminasi merkuri, ribuan kematian dini, dan membahayakan industri pariwisata di pulau tersebut.

Angka-angka baru yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia, berdasarkan pemodelan dari Universitas Harvard, menunjukkan dampak berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan ekosistem pulau itu dengan menambahkan dua unit pembangkit batu bara baru ke pembangkit listrik tenaga batubara Celukan Bawang.

Baca: Putri Bungsu Sophia Latjuba Beranjak Dewasa dan Cantik, Intip Foto-fotonya

Polusi udara dari pembangkit batu bara telah merusak kesehatan masyarakat Bali, menyebabkan sekitar 190 kematian prematur setahun. Jika pembangkit batu bara diizinkan untuk memperluas, menambahkan dua unit berkapasitas 330 MW, kematian prematur tahunan bisa meningkat hingga hampir 300. Dengan usia operasi 30 tahun yang khas, pembangkit listrik dapat menyebabkan sekitar 19.000 kematian prematur.

Bahaya bagi kesehatan masyarakat berasal dari emisi PM2.5 dan NO2 dengan risiko di Indonesia yang sangat tinggi karena kontrol polusi yang merupakan salah satu yang terlemah di Asia Timur - jauh lebih lemah daripada di Cina atau Jepang.

Baca: Fahri: Pemerintah Jangan Pencitraan Dulu

Seorang ahli polusi udara Greenpeace telah memasukkan laporan pemodelan emisi berbahaya dan dampak kesehatannya dalam persidangan gugatan untuk perluasan PLTU Celukan Bawang pada Kamis lalu.

Lauri Myllivirta mengatakan, “Ekspansi PLTU Celukan Bawang di Bali, salah satu destinasi wisata terpopuler dunia, dapat membahayakan 200.000 jiwa dari paparan polusi udara yang diatas ambang batas aman, dan 30.000 jiwa berpotensi terkena paparan akumulasi  merkuri pada level yang tidak aman. Emisi berbahaya ini juga dapat menjadi ancaman bagi populasi lumba-lumba dan ekosistem sekitar PLTU Celukan Bawang lainnya."

BERITA TERKAIT

Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi untuk Greenpeace Indonesia, mengatakan:

"Ekspansi yang diusulkan ini sangatlah tidak wajar, terutama karena didorong oleh keputusan Gubernur Bali tanpa penilaian yang memadai dari dampak merkuri yang dihasilkan dan polutan berbahaya lainnya.  Bahkan tidak ada perhitungan jumlah emisi merkuri yang tertera dalam AMDAL proyek ekspansi tersebut.

Di sisi lain, perwakilan tim  kuasa hukum warga penggugat dan Greenpeace Indonesia, I Wayan Gendo Suardana juga menegaskan bahwa perluasan PLTU Celukan Bawang akan memperburuk kualitas lingkungan yang sudah tercemar oleh PLTU yang saat ini sudah ada, jadi dampaknya harus dihitung secara akumulatif.

Saksi ahli penggugat, Profesor Ery M. Egantara seorang pakar Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjelaskan bahwa perhitungan dampak juga perlu dilakukan dalam prakiraan waktu jangka panjang. Akumulasi polutan berbahaya tidak akan langsung terasa pada tahun- tahun pertama beroperasinya PLTU tersebut, tetapi kalau dihitung sampai 5-10 tahun ke depan, ancamannya bisa sangat berbeda.

Persidangan yang menghadirkan saksi ahli dari pihak penggugat pada Kamis/12 Juli 2018 kemarin juga telah menekankan pentingnya pemodelan emisi dengan metodologi yang tepat, dimana sayangnya hal ini tidak kita lihat dalam AMDAL ekspansi PLTU Celukan Bawang.

“Kualitas AMDAL yang buruk akan mempersulit prakiraan dampak. Padahal, AMDAL menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan proyek tersebut layak dilanjutkan atau tidak," tambah I Wayan Gendo Suardana.

Bali adalah tujuan wisata paling populer di Indonesia, menarik jutaan pengunjung per tahun, sebagian besar dari negara-negara di kawasan seperti Cina, Singapura, Malaysia dan Australia.

PLTU Celukan Bawang hanya berjarak 20 km dari Pantai Lovina, kawasan wisata populer yang terkenal dengan pantai pasir hitam, terumbu karang, dan lumba-lumba.

Emisi dari pembangkit batu bara juga akan membahayakan lingkungan Taman Nasional Bali Barat, rumah bagi satwa langka dan dilindungi termasuk macan tutul Jawa, trenggiling dan jalak Bali yang statusnya sangat terancam.

Pariwisata sangat penting bagi ekonomi lokal, mendukung sekitar satu dari setiap tiga pekerjaan di Bali. Udara yang tercemar dari pembangkit batu bara akan mengusir para wisatawan ini, membuat ribuan pekerjaan berisiko dan mengancam rencana pemerintah untuk memperluas pariwisata di Indonesia.

Baca: Polisi Ringkus Kawanan Begal yang Mengincar Wanita Sebagai Korbannya

"Pemerintah ingin menarik lebih banyak wisatawan asing ke Bali, tetapi siapa yang akan ingin mengunjungi sebuah pulau yang udaranya tercemar oleh emisi dari batu bara," kata Hindun Mulaika.

Lingkungan dan ekonomi Bali dikorbankan untuk kepentingan perusahaan listrik ketika listrik dari pembangkit ini bahkan tidak diperlukan.

“Dengan tidak terteranya proyek ekspansi PLTU Celukan Bawang 2x330 MW dalam RUPTL 2017 dan 2018, menandakan bahwa proyek ini tidak dibutuhkan lagi," kata Dewa Atnyana, Direktur LBH Bali.

“Kami menyerukan kepada gubernur untuk melindungi Surga Bali, dan tidak membawanya ke masa depan yang kotor dan tercemar.”

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas