Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Zona PPDB Kebijakan Salah Obat
Sejumlah kisruh di berbagai daerah tak bisa dielakkan akibat lahirnya kebijakan prematur dan minim kajian lapangan dari Mendikbud tentang Sistem Zonas
Ditulis oleh: Moh Syafii'e el Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kisruh di berbagai daerah tak bisa dielakkan akibat lahirnya kebijakan prematur dan minim kajian lapangan dari Mendikbud tentang Sistem Zonasi dalam PPDB (penerimaan peserta didik baru).
Kebijakan ini diatur dalam Permendikbud Nomor 17 2017 yang disempurnakan dalam Permendikbud Nomor 14 2018. Inti dari kebijakan ini adalah faktor jarak rumah dan sekolah menjadi pertimbangan utama dalam PPDB.
Sebagaimana dilansir CNN Indonesia, Mendikbud, mengungkapkan bahwa maksud dari sistem zonasi PPDB adalah untuk menghilangkan stigma sekolah favorit dan non favorit (istilah Mendikbud kastanisas’) serta pemerataan kualitas sekolah.
Baca: Gerindra Angkat Bicara soal Tudingan Pelanggaran HAM di Masa Lalu yang Ditujukan kepada Prabowo
Tujuan Mendikbud sebenarnya mulia. Namun, menurut hemat saya, kebijakan Mendikbud salah obat. Analoginya, penyakitnya batuk, tapi obatnya malah diberikan Amoxilin.
Menghilangkan “kastanisasi” sekolah dan pemerataan kualitas sekolah bukan dengan sistem zonasi PPDB. Melainkan, dengan pembinaan para kepala sekolah dan guru secara komprehensif dan bersinambungan. Ini yang tidak optimal dilakukan oleh pemerintah.
Kalaupun ada pelatihan-pelatihan yang dilakukan untuk para kepala sekolah dan guru, tanyakan kesinambungannya dan seperti apa kualitas dan bobotnya.
Untuk itulah, pemerintah semestinya menggandeng berbagai pihak, termasuk lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan, untuk bekerjasama meningkatkan mutu para kepala sekolah dan guru yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas sekolah. Sehingga, tidak ada lagi “kastanisasi” sekolah.
Baca: Negaranya ke Final Piala Dunia, Marko Simic: Mereka Generasi Emas
Pengalaman Dompet Dhuafa Pendidikan, lembaga sosial yang fokus menyelenggarakan model pendidikan berkualitas bagi masyarakat marjinal, di lapangan menunjukan pemerintah seperti kurang serius terhadap peningkatan mutu para kepala sekolah dan guru.
Kami telah berulang kali membuka audiensi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk membuat program peningkatan mutu para kepala sekolah dan guru, namun selalu menemui jalan buntu.
Alih-alih membuat kebijakan kontroversial semisal sistem zonasi PPDB lebih baik Kemendikbud serius mengkaji sistem pembinaan kepala sekolah dan guru agar “kastanisasi” sekolah memudar dan peningkatan kualitas sekolah terjadi secara alami.
Tanpa perlu dipaksakan lewat kebijakan instan sistem zonasi PPDB yang telah banyak melahirkan korban, seperti calon siswa bunuh diri, demonstrasi orangtua calon siswa, sampai penyandraan kepala dinas pendidikan sebagaimana dilansir CNN Indonesia